JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti menilai, proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di DPR terlalu pendek.
Menurut dia, hal ini menimbulkan kesan proses seleksi dilakukan terburu-buru demi memenuhi target.
"Tetap saja menurut saya waktunya sempit. Jadi seperti mengejar target saja tidak mengejar kualitas yang akan dipilih," ujar Bivitri saat ditemui di Bakoel Koffie, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).
Menurut dia, waktu lima hari untuk proses seleksi hakim MK perlu diperpanjang agar perdebatan dalam menemukan hakim yang tepat bisa lebih mendalam.
Baca juga: Ahli Hukum Harap Hakim MK Terpilih Tak Berafiliasi dengan Parpol
Selain itu, DPR juga dinilai perlu memberikan waktu yang lebih lama bagi masyarakat untuk memberikan masukan.
Bivitri berpendapat, mengumpulkan informasi beserta bukti untuk memberikan masukan terkait calon hakim tentu membutuhkan waktu.
"Memang total 5 hari sama pengambilan keputusan. Tapi buat saya perdebatannya mesti cukup lama, bukan hanya perdebatan tapi waktu untuk masyarakat ngasih masukan terlalu sempit," kata dia.
Baca juga: Saran Para Ahli Hukum kepada KPU soal Pencalonan OSO sebagai Anggota DPD...
Oleh karena itu, ia berpandangan waktu 20 hari kerja seperti proses seleksi hakim agung dirasa lebih ideal.
Sejak Rabu (6/2/2019) hingga Kamis (7/2/2019), Komisi III DPR RI melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap 11 calon hakim MK.
Sebelas nama tersebut adalah Hestu Armiwulan Sochmawardiah, Aidul Fitriciads Azhari, Bahrul Ilmi Yakup, M Galang Asmara, Wahiduddin Adams, Refly Harun, Aswanto, Ichsan Anwary, Askari Razak, Umbu Rauta, dan Sugianto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.