Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 3 Faktor Penyebab Terjadinya Kasus Pelanggaran Hak Kebebasan Beragama

Kompas.com - 08/01/2019, 19:04 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Laporan Hukum dan HAM Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengungkap adanya 15 kasus terkait pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sepanjang 2018. Sembilan kasus di antaranya terjadi di Provinsi Jawa Barat.

Jika dilihat dari bentuknya, pelanggaran yang terjadi paling banyak berupa larangan beribadah dan menggunakan tempat ibadah, yakni 9 kasus.

Bentuk-bentuk pelanggaran lainnya antara lain penyebaran kebencian, larangan berkumpul keagamaan, larangan ekspresi keagamaan dan larangan pemakaman.

Baca juga: Ada 15 Kasus Pelanggaran Hak Beragama di 2018, Terbanyak di Jabar

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur berpendapat bahwa ada tiga faktor yang memicu kasus pelanggaran hak atas kebebasan beragama.

Ketiga faktor tersebut adalah regulasi atau norma hukum, lemahnya penegakan hukum dan ujaran kebencian.

Menurut Isnur, norma hukum yang mengatur soal pendirian rumah ibadah cenderung menyulitkan kelompok minoritas.

Baca juga: YLBHI Menduga Ada Oknum Aparat Terlibat dalam Penyerangan Ahmadiyah Lombok Timur

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur saat ditemui di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/1/2019).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur saat ditemui di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/1/2019).

Ia mencontohkan aturan khusus atau pembangunan rumah ibadah yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah.

Persyaratan khusus tersebut meliputi, daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang dan serta dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa.

"Jadi dari normanya itu bermasalah," ujar Isnur saat ditemui di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/1/2019).

Baca juga: Sidang MK, YLBHI Nilai Negara Lalai Lindungi Hak Asasi Warga Ahmadiyah

Faktor kedua, lanjut Isnur, mengenai lemahnya penegakan hukum. Aparat kepolisian tidak merespons dengan baik atas konflik yang terjadi.

Isnur mengatakan, ketika ada konflik agama yang terjadi, biasanya kelompok minoritas yang ditekan dan dipaksa mengalah.

Ia mencontohkan kasus pelarangan pendirian rumah ibadah yang menimpa umat GKI Yasmin di Bogor dan HKBP Filadelfia di Bekasi.

"Ketika ada penolakan dari masyarakat pemerintah bukannya memediasi atau mencari solusi malah mengusir mereka," tuturnya.

Baca juga: Larangan Pembangunan Rumah Ibadah Masuk Pelanggaran HAM? Ini Kata JK

Faktor ketiga yakni masyarakat yang mudah terpapar dengan narasi dan ujaran kebencian.

Tak dimungkiri, kata Isnur, ada kelompok-kelompok di tengah masyarakat yang memiliki agenda tertentu. Mereka kerap menyebarkan narasi yang cenderung bersifat intoleran.

Sementara, Isnur menilai masyarakat mudah sekali percaya ketika terpapar dengan narasi-narasi kebencian.

"Masyarakatnya sendiri memang mudah terpapar kebencian. Jadi ketika ada sekelompok orang yang menyebar kebencian, maka masyarakatnya mudah terpapar. Dan ada juga kelompok-kelompok yang punya agenda tertentu yang berupaya menghalang-halangi hak beribadah orang lain," ucap Isnur.

Kompas TV Rumah Ibadah Santo Zakaria yang sebelumnya dirusak orang tak dikenal pada Kamis (8/3) dini hari kini sudah diperbaikidan sudah dibersihkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jaksa KPK Bakal Panggil Istri dan Anak SYL ke Persidangan

Jaksa KPK Bakal Panggil Istri dan Anak SYL ke Persidangan

Nasional
BKKBN Masih Verifikasi Situasi Stunting Terkini di Indonesia

BKKBN Masih Verifikasi Situasi Stunting Terkini di Indonesia

Nasional
Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Nasional
Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com