5. Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) yang diketuai oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD
Mahfud bersama 7 pakar hukum mendatangi kantor KPU, Senin (3/12/2018).
Ia menyarankan KPU untuk mengambil keputusan yang paling dekat dengan konstitusi dalam hal syarat pencalonan anggota DPD. Sebab, menurut Mahfud, induk dari semua hukum di Indonesia adalah konstitusi.
Selain itu, Mahfud juga menyarankan KPU untuk mengambil keputusan secara independen. Keputusan tersebut nantinya harus bisa dipertanggungjawabkan, supaya tidak mengganggu jalannya konstitusi.
6. Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan
Ia mendatangi kantor KPU bersamaan dengan Mahfud dan APHTN-HAN.
Bagir menyarankan KPU untuk mempertimbangkan sejumlah risiko sebelum mengambil keputusan soal pencalonan OSO sebagai anggota DPD.
Risiko-risiko yang dimaksud, kata Bagir, bukan hanya risiko hukum, tetapi juga risiko sosial, hingga politik.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, KPU akhirnya bersikap meminta OSO untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari pengus partai politik hingga Jumat (21/12/2018), sebagai syarat pencalonan diri jadi anggota DPD.
Jika sampai tanggal yang telah ditentukan OSO tak juga menyerahkan surat pengunduran diri, KPU tak akan memasukan yang bersangkutan ke dalam DCT anggota DPD.
Hingga batas waktu itu lewat, OSO tak juga menyerahkan surat pengunduran diri. KPU mempertegas, nama OSO tak masuk dalam DCT.
Alih-alih menyerahkan surat pengunduran diri, pihak OSO justru melaporkan Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari ke Bareskrim Polri.
Pelapor adalah 34 anggota DPD Partai Hanura yang diwakili Ketua DPD Hanura DKI Jakarta, Muhammad Sangaji. Laporan dibuat pada Kamis (20/12/2018).
Baik Arief maupun Hasyim dilaporkan ke Bareskrim atas tudingan tidak mau menjalankan putusan pengadilan. Keduanya juga dituduh melakukan tindakan makar.
Pihak OSO juga melaporkan KPU ke Bawaslu atas dua tudingan, yaitu dugaan pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana pemilu.
Laporan mengenai dugaan pelanggaran pidana pemilu dibuat oleh Kuasa Hukum OSO Firman Kadir, tertanggal 8 Desember 2018. Melalui laporannya, Firman menuding KPU melanggar pidana pemilu karena tak jalankan putusan PTUN.
Baca juga: OSO: Salah KPU Tak Masukan Saya ke Daftar Calon DPD
Pelapor kedua atas nama Dodi Abdul Kadir, yang juga Kuasa Hukum OSO. Kepada Bawaslu, ia mengadukan surat KPU yang memerintahkan OSO mundur dari jabatan ketua umum. Laporan dibuat pada tanggal 18 Desember 2018.
Hingga saat ini, Bawaslu masih terus melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan KPU atas OSO.
Menurut Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja, belum dapat dipastikan apakah proses yang berlangsung di Bawaslu nantinya dapat mengubah DCT anggota DPD dan status OSO. Hal itu, sangat bergantung dari hasil penyelidikan Bawaslu.