JAKARTA, KOMPAS.com — Rumah dinas mantan Menteri Sosial Idrus Marham di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, pada 7 Juli 2018 lalu, sedang ramai.
Saat itu, Idrus tengah menggelar acara ulang tahun pertama anaknya.
Suasana bertambah ramai sejak anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, datang ke rumah dinas Idrus.
Sekitar Pukul 15.00 WIB, atau satu jam setelah Eni hadir, sejumlah petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi rumah Idrus.
Baca juga: Idrus Marham Mundur dari Menteri Sosial
Petugas KPK bukan sedang mencari Idrus sang tuan rumah, tetapi untuk menjemput Eni Maulani.
Petugas sempat menunjukkan surat perintah penyelidikan.
Kasus suap proyek PLTU
Sehari setelah peristiwa itu, pimpinan KPK menggelar jumpa pers. KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt.
Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Idrus Juga Mundur dari Kepengurusan Golkar
Eni diduga menerima suap atas kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Eni diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Commitment fee tersebut diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Johannes sebagai tersangka karena memberikan suap kepada Eni.
Baca juga: Kronologi Penangkapan Anggota DPR di Rumah Dinas Mensos Idrus oleh KPK
KPK menduga penerimaan suap sebesar Rp 500 juta merupakan penerimaan keempat dari Johannes.
Total nilai suap yang diberikan Johannes kepada Eni sebesar Rp 4,8 miliar.
Diperiksa tiga kali