Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika JC Tak Dikabulkan, Setya Novanto Terancam Tuntutan Maksimal

Kompas.com - 28/03/2018, 21:25 WIB
Robertus Belarminus,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan, KPK akan mengajukan tuntutan maksimal jika permohonan justice collaborator Setya Novanto tidak dikabulkan.

Terdakwa kasus korupsi e-KTP itu besok akan menghadapi sidang dengan agenda pembacaan tuntutan oleh jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/3/2018).

"Kalau justice collaborator dikabulkan, itu akan dihitung sebagai alasan yang meringankan. Kalau tidak dikabulkan, tentu tuntutan yang seberat-beratnya akan diajukan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa," kata Febri di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (28/3/2018).

Setya Novanto sebelumnya didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1.

Menurut Febri, ancaman pidana minimal dalam pasal ini yakni empat tahun penjara. Sementara ancaman maksimalnya yakni 20 tahun penjara sampai seumur hidup.

(Baca juga: KPK: Belum Ada Keterangan Novanto yang Signifikan untuk Jadi "Justice Collaborator")

KPK meminta publik menanti berapa tuntutan untuk Novanto yang akan dibacakan jaksa besok.

"Kita lihat besok ya, pasti KPK akan mempertimbangkan dengan sangat hati-hati pertimbangan fakta hukum dan rasa keadilan publik," ujar Febri.

Febri memastikan, tuntutan untuk sidang besok sudah disiapkan jaksa KPK. Di dalam tuntutan untuk besok, semua fakta persidangan dituangkan di dalamnya.

"KPK memastikan jika misalnya JC tidak diterima, tentu tuntutan akan semaksimal mungkin sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Dan sebaliknya, kalau dikabulkan, akan dijadikan pertimbangan," ujar Febri.

Novanto sebelumnya didakwa telah memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek e-KTP.

Selain itu, Novanto juga diperkaya dengan mendapat jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 seharga 135.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,3 miliar (kurs 2010).

(Baca juga: ICW Nilai Setya Novanto Belum Layak Jadi "Justice Collaborator")

Menurut jaksa, Novanto yang merupakan mantan Ketua DPR itu secara langsung atau tidak langsung mengintervensi proses penganggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP tahun 2011-2013.

Novanto bersama-sama dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mengatur proses penganggaran di DPR. Selain itu, ia juga mengintervensi proses pengadaan barang dan jasa dalam proyek.

Adapun uang 7,3 juta dollar AS tersebut berasal dari perusahaan anggota konsorsium yang sengaja dimenangkan dalam lelang proyek e-KTP.

Pertama, Novanto menerima 3,8 juta dollar AS melalui pengusaha Made Oka Masagung. Rinciannya, uang tersebut dikirim ke rekening OCBC Center Branch atas nama OEM Investment Pte Ltd sebesar 1,8 juta dollar AS.

Kemudian, melalui rekening Delta Energy Pte Ltd di Bank DBS Singapura sejumlah 2 juta dollar AS.

Novanto juga didakwa menerima 3,5 juta dollar AS melalui keponakannya, yakni Irvanto Hendra Pambudi.

Uang-uang tersebut berasal dari pengusaha yang ikut dalam proyek e-KTP, yakni Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan Johannes Marliem, yang merupakan perwakilan PT Biomorf Mauritius.

Kompas TV Kesaksian Setya Novanto terkait uang Rp 5 miliar untuk rapimnas Golkar di tahun 2012 berbuntut panjang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BKKBN Masih Verifikasi Situasi Stunting Terkini di Indonesia

BKKBN Masih Verifikasi Situasi Stunting Terkini di Indonesia

Nasional
Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Nasional
Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com