JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Golkar Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto mengaku siap mengemban jabatan sebagai wakil ketua MPR RI.
Rapat Pleno DPP Partai Golkar sebelumnya telah menyetujui usulan Titiek Soeharto menjadi wakil ketua MPR menggantikan Mahyudin.
"Saya ditugaskan di mana saja saya terima. Kemarin saya jadi wakil ketua Komisi IV dipindahkan ke Wakil Ketua BKSAP (Badan Kerja Sama Antar-Parlemen) juga enggak ada masalah," ujar Titiek saat ditemui sebelum rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/3/2018).
Menurut Titiek, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menginginkan ada perwakilan perempuan di pimpinan MPR. Oleh sebab itu, Airlangga memutuskan untuk mengganti Mahyudin dan menunjuk Titiek.
"Ketum hanya ingin ada keterwakilan wanita di pimpinan lembaga tinggi negara ini. Saya hanya petugas partai jadi ikut apa kata partai saja," kata Titiek.
(Baca juga: Saat Titiek Soeharto dan Mahyudin Berjalan Berdampingan di Tengah Perebutan Kursi Pimpinan MPR)
Meski demikian, pergantian pimpinan MPR masih terganjal ketentuan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan UU Nomor 17 tahun 2004 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Pasal tersebut menyatakan bahwa pimpinan MPR hanya bisa diganti karena tiga hal, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.
Klausul "diberhentikan" terjadi apabila ada dua terpenuhi, yakni diberhentikan sebagai anggota DPR atau anggota DPD, dan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai pimpinan MPR.
Dengan demikian jabatan wakil ketua MPR tidak bisa diganti jika Mahyudin tidak mengundurkan diri. Sementara hingga saat ini Mahyudin menyatakan enggan untuk mengundurkan diri.
Partai Golkar sendiri masih melakukan sejumlah langkah agar pergantian ini dapat dilakukan.