Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang KPK Membawa Setya Novanto ke Kursi Pesakitan

Kompas.com - 13/12/2017, 05:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto akan didakwa terkait dugaan keterlibatannya dalam perkara korupsi proyek e-KTP, Rabu (13/12/2017).

Sidang pembacaan dakwaan jaksa KPK akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Sidang akan dipimpin hakim Yanto yang kini menjabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sementara empat anggota majelis hakim lain adalah Franky Tambuwun, Emilia Djaja Subagja, Anwar, dan Anshori Saifuddin.

Proses panjang dilakukan KPK untuk membawa mantan Ketua DPR itu ke kursi pesakitan.

Banyak peristiwa terjadi selama proses penyelidikan, penyelidikan, hingga masuk pengadilan yang berlangsung hingga empat tahun tersebut.

Berikut rangkuman perkara e-KTP yang menjerat Novanto.

Tersangka kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto berada di mobil tahan KPK seusai menjalani pemeriksaan di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2017). Kedatangan Setya Novanto ke KPK untuk menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Tersangka kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto berada di mobil tahan KPK seusai menjalani pemeriksaan di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2017). Kedatangan Setya Novanto ke KPK untuk menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP.
1. Tersangka keempat

Novanto merupakan tersangka keempat yang perkaranya masuk pengadilan.

Sebelumnya, pengadilan tipikor sudah menjatuhkan vonis  kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto serta mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman.

Pada 20 Juli 2017, Sugiharto Divonis 5 tahun penjara dan membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sementara Irman divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Pihak lain yang perkaranya masuk pengadilan adalah pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Ia dituntut delapan tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

(baca: Kata Ketua KPK, Tak Ada Alasan Setya Novanto Tak Hadiri Sidang e-KTP)

2. Kronologi perkara

Berikut kronologi hingga Novanto menjadi terdakwa:

- 17 Juli 2017: Ditetapkan tersangka

- 4 September 2017: Daftar gugatan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

- 29 September 2017: Hakim Praperadilan Cepi Iskandar mengabulkan sebagian gugatan Novanto. Penetapan tersangka oleh KPK dianggap tak sah.

- 31 Oktober 2017: Kembali ditetapkan tersangka

- 15 November 2017: Penyidik KPK mendatangi kediaman Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Petugas KPK hendak menangkap Novanto setelah yang bersangkutan berkali-kali mangkir dari panggilan penyidik, baik sebagai saksi maupun tersangka. Namun, Novanto tidak ditemukan di rumahnya.

-15 November 2017: Kembali daftar gugatan praperadilan di PN Jaksel

- 16 November 2017: Mobil yang ditumpangi Novanto kecelakaan di kawasan Permata Hijau, Jakarta Barat. Ia dibawa ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau.

- 17 November 2017: Novanto dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.

- 17 November 2017: Berstatus tahanan KPK. Namun, penahanan dibantarkan karena sakit.

- 19 November 2017: Novanto dibawa ke Gedung KPK. Tim dokter menganggap Novanto tak perlu dirawat di RS. Novanto kemudian diperiksa dilanjutkan penahanan.

Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto tiba di gedung KPK, Jakarta, Minggu (19/11/2017). Ketua DPR tersebut dipindahkan dari RSCM Kencana ke rutan KPK. ANTARA FOTO/ ROSA PANGGABEAN Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto tiba di gedung KPK, Jakarta, Minggu (19/11/2017). Ketua DPR tersebut dipindahkan dari RSCM Kencana ke rutan KPK.

3. Fakta sidang

Dalam persidangan tiga terdakwa, muncul sejumlah fakta soal dugaan keterlibatan Novanto.

(baca: Dakwaan Kasus Korupsi E-KTP, Setya Novanto Diberi Jatah Rp 574 Miliar)

Dalam dakwaaan, menurut jaksa KPK, Novanto diberi jatah Rp 574 miliar dari total nilai pengadaan e-KTP.

Novanto diduga menjadi pendorong disetujuinya anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.

Menurut KPK, Andi Narogong membuat kesepakatan dengan Novanto (Ketua Fraksi Golkar ketika itu), Anas Urbaningrum (Ketua Fraksi Demokrat ketika itu), dan M Nazaruddin (Bendahara Demokrat ketika itu) tentang rencana penggunaan anggaran.

Disepakati, sebesar 51 persen dari total anggaran (Rp 2,662 triliun) akan digunakan untuk belanja modal atau belanja riil proyek.

Sisanya 49 persen (Rp 2,5 triliun) akan dibagi-bagi dengan rincian:

1. Pejabat Kemendagri 7 persen
2. Anggota Komisi II DPR 5 persen
3. Setya Novanto dan Andi 11 persen
4. Anas dan Nazaruddin 11 persen
5. Sisanya 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan

(baca: 10 Fakta Sidang soal Peran Setya Novanto dalam Kasus e-KTP)

Fakta lain yang muncul di persidangan di antaranya:

1. Penyerahan  7 juta dollar AS untuk Novanto lewat penguasaha Made Oka Masagung

2. Uang untuk Novanto dari PT Quadra Solutions dan PT Biomorf diputar hingga ke Singapura

3. Istri, anak, dan keponakan Novanto punya saham di perusahaan yang ikut lelang proyek e-KTP

4. PT Murakabi Sejahtera yang menjadi peserta lelang e-KTP berkantor di ruang milik Setya Novanto

5. Para pengusaha pelaksana proyek beberapa kali mengikuti pertemuan di rumah Setya Novanto

6. Novanto diberikan jam tangan Richard Mille seharga Rp 1,3 miliar dari Andi Narogong dan Johannes Marliem.

Awal 2017, Novanto mengembalikan jam tangan Richard Mille kepada Andi Narogong

7. Novanto berupaya menghilangkan fakta keterlibatan dia dalam proyek e-KTP. Ia memerintahkan Diah Anggraini menyampaikan pesan kepada Irman agar mengaku tidak mengenal dirinya saat ditanya  penyidik KPK.

Adapun detail dugaan keterlibatan Novanto dalam kasus korupsi e-KTP akan dijabarkan jaksa KPK dalam sidang nanti.

Ketua DPR Setya Novanto saat bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Hari ini, Novanto hadir menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi NarogongKOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI Ketua DPR Setya Novanto saat bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi e-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Hari ini, Novanto hadir menjadi saksi untuk terdakwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong

4. Bantahan

Novanto sebelumnya pernah bersaksi di pengadilan tipikor. Kepada majelis hakim, Novanto membantah keterlibatannya dalam proyek e-KTP.

Novanto juga membantah menerima uang korupsi pengadaan e-KTP.

(baca: Ditanya Apa Pun di Sidang, Novanto Jawab Tidak Tahu dan Tidak Benar)

Selama menjawab pertanyaan majelis hakim, Novanto hanya menjawab dengan kalimat tidak tahu dan tidak benar.

"Ya ini fitnah yang sangat kejam yang dilakukan pihak-pihak yang selalu menyudutkan saya. Itu tidak benar," ujar Novanto kepada majelis hakim.

5. Tim pengacara pecah

Belum masuk persidangan, tim pengacara Novanto  pecah. Awalnya, Novanto dibela Fredrich Yunadi dan tim pengacara lain yang menangani praperadilan.

Kemudian, Novanto menambah pengacara dengan menunjuk Otto Hasibuan dan Maqdir Ismail. Namun, Otto dan Fredrich memutuskan keluar dari tim.

Otto menyebut antara dirinya dan Novanto tidak ada kesepakatan yang jelas tentang tata cara menangani suatu perkara.

Sementara Fredrich mengaku ada perbedaan haluan antara pihaknya dan Maqdir.

"Saya dan Otto kalau ke kanan, Maqdir kekiri, daripada repot bentur di kemudian hari ya sudah saya mengalah mundur," kata Fredrich.

Adapun Maqdir merasa tidak ada masalah dengan Otto maupun Fredrich.

(baca: Otto dan Fredrich Mundur dari Tim Pengacara Novanto, Ini Komentar Maqdir)

6. Bagaimana dengan praperadilan?

KPK mengambil langkah cepat setelah Novanto kembali mengajukan gugatan praperadilan.

Berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada saat proses praperadilan berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Strategi itu dilakukan KPK setelah kalah dalam praperadilan pertama. Di tengah penyidikan, hakim praperadilan Cepi Iskandar memutuskan penetapan tersangka Novanto tidak sah.

Sidang pembacaan dakwaan terkait perkara e-KTP kemudian dijadwalkan Rabu ini. Sementara putusan praperadilan baru akan dibacakan pada Kamis (14/12/2017) petang atau Jumat (15/12/2017).

(baca: Hakim Kasus Novanto Sebut Praperadilan Gugur Setelah Dakwaan Dibacakan)

Hakim tunggal praperadilan Kusno sebelumnya mengatakan, dalam Pasal 82 Ayat 1 huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) tentang Wewenang Pengadilan untuk Mengadili disebutkan bahwa praperadilan gugur apabila hakim pokok perkara mulai memeriksa terdakwa dalam persidangan.

Hakim Kusno bahkan sampai menanyakan kepada KPK dan pengacara Novanto, apakah sidang praperadilan masih ada manfaatnya jika dakwaan Novanto dibacakan sebelum putusan?

Namun, pengacara Novanto berkeinginan agar sidang praperadilan tetap dilaksanakan. Bahkan, mereka ingin agar putusan dipercepat menjadi hari Rabu ini.

Kompas TV KPK meyakini, Ketua DPR ini terlibat dalam proyek yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com