Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengesahan UU Ormas, antara Ancaman Radikalisme dan Alat Represi

Kompas.com - 25/10/2017, 05:31 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) menjadi undang-undang melalui rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Fraksi yang pro dan kontra terhadap penerbitan Perppu Ormas tidak dapat mencapai kata sepakat meski proses lobi dilakukan selama dua jam. Rapat paripurna pun menetapkan mekanisme voting dalam mengesahkan UU Ormas yang baru.

Proses pengesahan di DPR itu memperlihatkan dualisme di masyarakat menyikapi UU Ormas, sejak awal penerbitan Perppu Ormas.

Sejak diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto pada Rabu (12/7/2017) lalu, banyak pihak mendukung penerbitan Perppu Ormas. Namun. tidak sedikit pula kelompok yang tidak setuju dengan adanya kebijakan tersebut.

Kelompok masyarakat yang pro menilai Perppu Ormas memberikan kekuatan hukum bagi pemerintah untuk menindak ormas-ormas radikal yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Sementara, kelompok yang kontra memandang pemerintah dikhawatirkan bertindak sewenang-wenang dan represif dengan berlandaskan Perppu Ormas.

(Baca juga: Perppu Ormas Disahkan, Pemerintah Kini Bisa Bubarkan Ormas)

Direktur Politik Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri Bahtiar menuturkan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir dengan adanya UU Ormas yang baru.

Menurut Bahtiar, UU Ormas tidak mungkin dapat disalahgunakan oleh pemerintah meski ada beberapa perubahan pasal yang menyangkut tata cara penjatuhan sanksi.

UU Ormas memberikan kewenangan pembubaran ormas setelah adanya peringatan tertulis dan penghentian kegiatan.

"Yang mengalami sedikit perubahan mengenai beberapa pasal saja tentang tata cara penjatuhan sanksi, tidak mungkin dapat disalahgunakan oleh pemerintah saat ini maupun masa datang," ujar Bahtiar kepada Kompas.com, Selasa (24/10/2017).

Bahtiar menjelaskan, di dalam sistem politik dan ketatanegaraan saat ini, kontrol parlemen terhadap pemerintah sangat kuat. Di sisi lain, pemerintah juga melihat adanya kontrol yang kuat dari masyarakat sipil dan media massa.

Oleh sebab itu, lanjut Bahtiar, pemerintah akan sangat berhati-hati dalam menggunakan kewenangan di UU Ormas.

"Sistem pemerintahan saat ini sangat demokratis, sehingga pemerintah pasti akan merawat kepercayaan publik. Toh juga masih ada ruang bagi ormas yang tidak setuju dengan pembubaran ormas. Mereka dapat melakukan gugatan melalui PTUN," tuturnya.

(Baca juga: Pemerintah Tak Janji Proses Pembubaran Ormas Kembali Lewat Pengadilan)

Alat represi

Secara terpisah, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai UU Ormas yang baru berpotensi mengancam masyarakat sipil yang kritis terhadap pemerintah.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com