Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Novanto Bawa Laporan 10 Tahun Kinerja KPK yang Diperoleh dari Pansus DPR

Kompas.com - 26/09/2017, 13:40 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto menambah barang bukti dalam sidang praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bukti tersebut adalah laporan kinerja KPK selama 10 tahun mulai 2006 hingga 2016.

Laporan tersebut diserahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap KPK.

Anggota Biro Hukum KPK Indah Oktianti mempermasalahkan bukti baru tersebut. Sebab, pihak Novanto dianggap meminta dokumen itu dari Pansus, bukan langsung kepada BPK sebagai lembaga resmi yang menyusun laporan itu.

Ia meminta pengacara Novanto membuktikan asal dokumen tersebut.

Baca: KPK: Kami Masih Percaya Kalau Novanto Sakit

"Kami pertanyakan, ketika BPK keluarkan laporan hasil tersebut, dikeluarkan untuk Pansus. Kemudian bergeser jadi bukti di praperadilan. Mohon penjelasannya," ujar Indah, dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Srlasa (26/9/2017).

Indah mengatakan, tim pengacara Novanto hanya menunjukkan surat permohonan permintaan laporan itu kepada Ketua DPR RI.

Namun, tidak ada jawaban resmi dari Ketua DPR yang adalah Novanto sendiri. Apalagi, DPR bukan lembaga resmi yang bisa mengeluarkan produk dokumen dari BPK.

"Seharusnya dia buktikan perolehan dokumen itu bagaimana? Tidak ada surat resmi DPR atas jawaban permohonan, walau dia ketua DPR," kata Indah.

Sementara itu, pengacara Novanto, Ketut Mulya Arsana mengatakan, surat yang dikirim ditujukan kepada Ketua DPR RI dan pimpinan Pansus Angket KPK.

Menurut dia, dalam praperadilan tidak dibahas proses mendapatkan barang bukti, melainkan sah atau tidaknya barang bukti tersebut.

Baca: KPK Permasalahkan Romli Atmasasmita Jadi Ahli Praperadilan Novanto

Terkait bagaimana laporan itu didapatkan Pansus, kata dia, pihak Novanto tak mau tahu.

Yang jelas, prosedur permohonan laporan kinerja KPK itu sudah dilakulan secara resmi melalui surat.

"Bagaimana proses internal di mereka di pemberi dokumen, itu masalah internal. Sah atau tidaknya bukti itu kami kembalikan ke Yang Mulia (hakim)," kata Ketut.

Menurut Ketut, apa yang sudah disampaikan kepada Pansus melalui rapat dengar pendapat, sudah sepatutnya bisa diakses masyarakat luas, dan tak lagi menjadi dokumen resmi BPK.

"Kami lihat hal ini di RDP, yang dipublikasikan di RDP. Jadi kami minta langsung," kata Ketut.

Biro Hukum KPK menolak keras laporan tersebut dijadikan salah satu bukti dalam praperadilan.

Kepala Biro Hukum KPK Setiadi mengatakan, LHP kinerja 10 tahun KPK itu terkait dengan permasalahan di DPR, bukan dalam proses hukum.

Ia minta keberatan itu dicatat oleh panitera sidang.

Sementara itu, Hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar mengatakan, nantinya majelis hakim yang akan menilai apakah bukti tersebut bisa dijadikan pertimbangan atau tidak.

Keberatan KPK sebagai pihak termohon akan dicatat dalam berita acara.

"Apakah ada nilai pembuktian, itu dalam persidangan lain. Apakah bisa jadi bukti dalam peradilan ini, nanti majelis akan menilai," kata Hakim Cepi.

Sebelumnya, pada Juli 2017, BPK menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) audit keuangan KPK selama sepuluh tahun terakhir, kepada Pansus Angket KPK.

Laporan tersebut diberikan langsung oleh Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara. Moermahadi menyampaikan, temuan-temuan dalam audit BPK atas laporan keuangan KPK itu sudah lama diterbitkan.

Dalam rapat itu, BPK kembali menyampaikan temuan-temuannya kepada Pansus Hak Angket KPK.

Hasil pemeriksaan tersebut kemudian diserahkan kepada lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.

Kompas TV KPK menegaskan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik telah didasarkan pada dua alat bukti.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke 'Crazy Rich Surabaya'

MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke "Crazy Rich Surabaya"

Nasional
Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar Rupiah

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com