Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Novanto Gunakan Bukti yang Sama Dengan Praperadilan Hadi Purnomo

Kompas.com - 25/09/2017, 16:33 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim pengacara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Setya Novanto melampirkan laporan hasil pemeriksaan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi 2009-2011 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagai salah satu barang bukti.

Bukti tersebut ternyata pernah dihadirkan sebagai bukti dalam praperadilan yang diajukan mantan Ketua BPK Hadi Purnomo pada 2015. Saat itu, Hadi menang melawan KPK.

Pengacara Novanto, Ketut Mulya Arsana mengatakan, poin yang dijadikan bukti oleh pihak pemohon adalah SOP penyidikan KPK dalam laporan kinerja tersebut. Sebab, pihaknya kesulitan mendapatkan SOP penyidikan KPK dari sumber lain, selain bukti dari Hadi tersebut.

"Dalam perkara pak Hadi Purnomo sudah ada dicantumkan tentang LHP soal SOP penyidikan. Kita sebagai masyarakat akses di dalam website, tidak diperoleh. Sehingga, kami minta langsung pada sumbernya (BPK)," ujar Ketut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/9/2017).

(Baca: Hadapi Praperadilan Setya Novanto, KPK Hadirkan 200 Bukti)

SOP penyidikan KPK dalam laporan kinerja itu berisi prosedur penindakan oleh KPK, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka, penggeledahan, dan upaya paksa.

KPK mempersoalkan laporan kinerja itu karena menganggapnya sebagai dokumen rahasia negara.

Namun, Ketut menegaskan bahwa dokumen itu didapatkan dengan cara legal dan sesuai prosedur. Dokumen itu, kata Ketut, telah dipublikasi sejak 2013. Pihaknya meminta salinan laporan itu ke BPK melalu pusat informasi publik pada 19 September 2017.

"Menurut kami selesai, tidak perlu dipermasalahkan karena itu informasi publik yang bisa diakses semua masyarakat," kata Ketut.

(Baca: Permohonan Dimenangkan di Praperadilan, Ini Kata Hadi Poernomo)

Ketut tak memungkiri bahwa dirinya mengharapkan kemenangan Hadi bisa berulang pada Novanto. Apalagi, ia memiliki barang bukti yang sama dengan mantan Ketua BPK itu. Namun, kemenangan Hadi bukan satu-satunya alasan pihaknya menjadikan laporan kinerja kPK sebagai barang bukti.

"Kan kita akan melihat dasar. Kita kan sedang mencari SOP-nya seperti apa sih di KPK. Kami juga punya selain itu yang kami jadikan analisis bukti," kata Ketut.

"Kita uji apakah SOP yang dari KPK sudah sesuai denfan urutan yang sudah ditentukan SOP, dari proses penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka," lanjut dia.

Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK pada kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu.

Ketua Umum Partai Golkar itu diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP. Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Kompas TV KPK menegaskan penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP elektronik telah didasarkan pada dua alat bukti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com