Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Paparkan Tantangan dan Peluang Penyelesaian Pelanggaran HAM

Kompas.com - 21/09/2017, 07:08 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani menyampaikan, ada sejumlah tantangan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu seperti Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS).

Pertama, janji penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, termasuk TSS, selalu dijadikan alat politik pejabat negara untuk memperoleh dukungan publik menjelang pemilu.

Kedua, bantuan medis dan psikososial yang diberikan negara melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dianggap sudah cukup sebagai upaya penyelesaian dari negara terhadap korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Sehingga dengan adanya bantuan medis dan psikososial ini lantas (penyelesaiannya) dianggap tidak perlu diteruskan ke mekanisme yudisial," kata Yati dalam sebuah diskusi di bilangan Semanggi, Jakarta, Rabu (20/9/2017).

(Baca juga: Enam Pola Pelanggaran HAM di Indonesia yang Selalu Berulang)

Tantangan ketiga yaitu, tidak kooperatifnya negara dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Yati menyayangkan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu justru diserahkan Presiden Joko Widodo kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.

"Padahal Wiranto adalah orang yang justru diduga terlibat sebagai pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu," tutur Yati.

Di samping tantangan dari sisi negara, ada pula tantangan dari sisi publik salah satunya yaitu kasus pelanggaran HAM berat masa lalu termasuk TSS dianggap sudah tidak populer lagi, atau mulai dilupakan publik.

Hal ini disebabkan sindrom politik populer dan adanya kontestasi isu-isu politik.

Yati juga mengamati, makin banyak mahasiswa dan akademisi yang ahistoris terhadap sejarah kasus TSS. Akan tetapi, ini juga berkaitan dengan bahasa yang dipakai dalam kampanye pelanggaran HAM berat masa lalu, yang sulit dipahami oleh publik.

(Baca juga: Soal Wiranto dan Kasus HAM, Kontras Minta Dibuktikan di Pengadilan)

Masih ada peluang

Meski demikian Yati melihat masih ada peluang dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk TSS ini.

Pertama, kasus Semanggi I belum pernah diajukan sama sekali ke pengadilan mana pun, sehingga bisa didorong penyelesaiannya.

Kedua, asas "Nebis in Idem" (tidak dapat dituntut lantaran perbuatan yang telah diputus oleh hakim) hanya memfokuskan pada orang atau subyek untuk tidak diadili lebih dari sekali, namun asas itu tidak berlaku pada kasusnya.

Artinya, kata Yati, masih ada peluang untuk membawa kasus TSS ini ke pengadilan HAM ad hoc.

"Terakhir adalah Aksi Kamisan yang dilakukan keluarga korban pelanggaran HAM dan berbagai elemen masyarakat, menjadi upaya untuk menolak lupa," ucap Yati.

Kompas TV Lalu kebebasan berpendapat seperti apa yang sesuai dengan konstitusi?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

Nasional
Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com