JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mencari solusi untuk menyelesaikan masalah antara penyidik KPK Novel Baswedan dengan Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman dan Wakil Direktur Tipikor Bareskrim Pol Kombes Pol Erwanto Kurniadi.
Dua polisi itu melaporkan Novel ke Polda Metro Jaya dengan persoalan berbeda.
Aris melaporkan Novel atas tuduhan pencemaran nama baik melalui e-mail. Dalam e-mail tersebut, Novel menyebut Aris tidak mempunyai integritas sebagai Dirdik KPK.
Novel juga menyebut Aris sebagai Dirdik KPK terburuk sepanjang lembaga antirasuah itu berdiri.
Selanjutnya, giliran Erwanto yang melaporkan Novel dengan tuduhan yang sama. Novel dilaporkan karena melontarkan pernyataan bahwa penyidik KPK yang berasal dari Polri memiliki integritas rendah.
Baca: Polri-KPK Cari "Win-win Solution" Terkait Masalah Novel Baswedan dan Anggota Polri
Erwanto pernah menjadi penyidik Polri yang ditugaskan di KPK.
Hal tersebut dia ketahui setelah membaca pemberitaan di sebuah media massa yang memuat tulisan soal Novel yang keberatan jika Direktur Penyidikan KPK mengundang penyidik Polri untuk kembali bertugas di KPK.
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyayangkan terjadinya perseteruan tersebut.
"Tidak perlu ada konflik di keluarga besar Polri. Seharusnya mereka saling mengisi," ujar Tito di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (19/9/2017).
Tito berharap ada "win-win solution" yang bisa ditempuh tanpa memengaruhi hubungan Polri dan KPK yang dianggapnya sangat harmonis.
Apalagi, saat ini Aris tengah berurusan dengan Pengawas Internal KPK karena kehadirannya dalam rapat dengar pendapat bersama Panitia Khusus Hak Angket KPK di DPR.
Baca: Pimpinan KPK Ingin Pertemukan Aris Budiman dan Novel Baswedan
Padahal, Pimpinan KPK telah melarang Aris untuk hadir. Aris juga mengakui, baru kali ini ia melawan perintah pimpinan.
Oleh karena itu, Aris dianggap melanggar disiplin sehingga disidang oleh Dewan Pertimbangan Pegawai.
Tito telah berkoordinasi dengan Pimpinan KPK untuk bersama-sama mencari cara penyelesaian terbaik.
Ia tak ingin masalah pelaporan itu menjadi celah bagi pihak tertentu untuk mengadu domba KPK dan Polri.
Tito mengatakan, akan banyak pihak yamg senang jika KPK dan Polri tidak solid.
"Saya yakin ada win-win solution dan dua figur ini bisa menyelesaikan dengan cara yang lebih elegan," kata Tito.
Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo sepakat untuk mencari solusi bersama atas masalah Novel dengan Aris dan Erwanto.
Baca: Polri Tak Ingin Campuri Konflik Novel dan Aris Budiman
Agus mengatakan, pengawas internal KPK saat ini sedang bekerja terkait kedatangan Aris menemui Pansus Hak Angket.
Ia mengatakan, diperkirakan akhir pekan ini sudah ada hasilnya.
"Nanti kami rundingkan kepada Pak Kapolri terkait rekomendasi pengawas internal itu. Dan saya harapkan win-win solution bisa ditempuh," kata Agus.
Sebagai "bapak" di KPK, Agus tak ingin pilih kasih. Ia akan melindungi siapapun pegawainya, baik yang independen maupun dari inatansi lainnya.
Oleh karena itu, ia akan berupaya agar pegawai KPK dan pegawai yang diperbantukan bisa harmonis dan tak ada konflik yang membuat friksi di tubuh KPK.
"Bagaimanapun kalau KPK tidak harmonis dengan Polri, yang senang para koruptor," kata Agus.
Bukan solusi terbaik
Pandangan berbeda disampaikan Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.
Ia menganggap "win-win solution" bukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah Aris dengan pengawas internal KPK maupun kasus hukum atas laporan terhadap Novel.
Fickar mengatakan, penyelesaian friksi di tubuh KPK dan pelanggaran disiplin oleh Aris harus diselesaikan "on the track".
Dengan demikian, KPK bisa diselamatkan dari upaya pelemahan pemberantasan korupsi.
"Kompromi justru akan memelihara bahaya laten pelemahan KPK," kata Fickar.
Jalan tengah yang sedang dicari Polri dan KPK sebagai jalan keluar dianggap hanya akan menutup masalah di permukaan.
Padahal, kata Fickar, masalah itu harus dibereskan hingga ke akar. Jika jalan pintas yang ditempuh, maka tak tertutup kemungkinan masalah serupa akan muncul lagi dan kompromi kembali menjadi suatu kebiasaan.
Terkait pelaporan terhadap Novel, Fickar menganggap dasar penyidik mengusut laporan tersebut tidak kuat.
Apa yang disampaikan Novel merupakan suara dari wadah pegawai yang dia pimpin. Ia menganggap proses hukum itu sebaiknya tetap berjalan. Nantinya, akan dinilai apakah bukti penyidik cukup atau tidak untuk melanjutkan proses tersebut.
"Novel bertindak untuk dan atas nama wadah pegawai dan itu merupakan tradisi KPK. Tidak hanya terhadap Novel, tetapi pelanggaran disiplin yang dilakukan pun harus diproses," kata Fickar.