JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Basaria Pandjaitan mengungkapkan maraknya korupsi pada sektor politik.
Hal itu disampaikan Basaria saat berbicara pada acara diskusi dengan pengurus DPP Partai Demokrat, di Kantor DPP Demokrat di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2017).
Basaria mengatakan, 32 persen tersangka di KPK merupakan aktor politik, yang terdiri dari 78 kepala daerah dan 134 anggota legislatif pusat dan daerah.
"Mayoritaas tersangkut paut masalah kasus suap, jual beli jabatan termasuk Pasal 2, 3, ada soalan mark-up di sana. Lalu berbagai kasus politik mendapat atensi besar dari publik, sekaligus menurunkan kepercayaan dari masyarakat," kata Basaria.
"Saya harapkan ini update yang terakhir untuk tidak bertambah lagi ke depannya," ujar Basaria.
Basaria mengatakan, dengan maraknya praktik korupsi, partai politik menjadi lembaga yang tidak dipercaya, selain DPR.
Hal ini juga tercermin dari survei Indikator Politik Indonesia 2016. DPR dan DPRD, lanjut dia, berada pada posisi tiga besar lembaga yang dipersepsikan korup menurut global barometer Transparency International Indonesia 2017.
"Ini semua hasil survei," ujar Basaria.
Partisipasinya hanya sekitar 64 persen pada 2015, padahal targetnya harusnya lebih dari 75 persen.
"Ini salah satu penyebabnya kenapa masyarakat kurang percaya kepada partai politik yang dalam hal ini yang menelurkan atau menghasilkan pilkada, pimpinan pimpinan kepala daerah dan juga anggota legislatif kita baik di pusat maupun tingkat daerah," ujar Basaria.
Melalui diskusi integritas partai politik ini, KPK merasa perlu terlibat. Salah satunya diatur dalam tugas KPK menurut Pasal 6 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, yang mengatur tentang pencegahan.
"Kalau bicara pencegahan, kita sudah atau harus berkomunikasi dengan kementerian atau instansi terkait termasuk seluruh masyarakat dan salah satunya di sini adalah partai politik. Itu sudah dilakukan beberapa kajian oleh KPK mulai dari 2012," ujar Basaria.