Kiagus mengungkapkan bahwa PPATK telah menyerahkan hasil penelusuran dan analisis aliran dana rekening tersebut ke penyidik Bareskrim Mabes Polri.
Dugaan TPPU
PPATK juga menduga ada tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus First Travel.
"Kalau ada upaya untuk menyamarkan dana hasil kejahatan ya itu TPPU. Mestinya ada TPPU-nya," ujar Kiagus saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2017).
Baca: Kepala PPATK: Bos First Travel Lakukan Pencucian Uang
Menurut Kiagus, sebagian dana yang ada di rekening memang digunakan untuk kepentingan bisnis perjalanan umrah dan haji.
Namun, ada juga aliran dana yang digunakan untuk investasi bisnis dan kepentingan pribadi.
Secara terpisah Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Yenti Garnasih meminta Polri segera mengenakan pasal pencucian uang kepada ketiga tersangka, yakni Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Siti Nuraidah Hasibuan untuk mempermudah penelusuran aset.
Dia meyakini aset bos First Travel sudah menyebar hingga luar negeri.
"Melacaknya lebih mudah daripada pakai undang-undang penipuan dan penggelapan," ujar Yenti kepada Kompas.com, Jumat (25/8/2017).
Yenti menduga sebagian dana calon jemaah itu diinvestasikan ke luar negeri.
Jika tersangka telah dikenakan sangkaan mencuci uang, maka akses polisi lebih luas untuk meminta penelusuran PPATK dan otoritas analisis keuangan di luar negeri.
"Harus pakai TPPU ya, karena dia himpun dana masyarakat banyak banget yang belum dikembaliin. Sampai Rp 1 triliun kan," kata Yenti.
Baca: First Travel Ingin Berangkatkan Jemaah dengan Modus Penipuan Baru
Dalam pengembangan kasus First Travel, polisi juga menjerat adik Anniesa, Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan selaku Direktur Keuangan sekaligus Komisaris.
Menurut polisi, jumlah korban yang belum diberangkatkan agen perjalanan First Travel sebanyak 58.682 orang.
Mereka adalah calon jemaah yang sudah membayar paket promo Rp 14,3 juta per orang dalam periode Desember 2016 hingga Mei 2017.
Kalau dihitung kerugiannya, untuk yang paket saja mencapai Rp 839.152.600.000.
Selain itu, sejumlah calon jemaah ada yang masih diminta membayar carter pesawat sebesar Rp 2,5 juta sehingga jumlah penambahan itu sebesar Rp 9.547.500.000.
Jika ditotal menjadi Rp 848.700.100.000.