Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herzaky Mahendra Putra
Pemerhati Politik

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Mahasiswa Program Doktoral Unair

Pertemuan AHY-Jokowi, Langkah Awal Koalisi Strategis?

Kompas.com - 15/08/2017, 07:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

AGUS Harimurti Yudhoyono, biasa dipanggil AHY, di siang hari Kamis, 10 Agustus 2017, sebelum acara peluncuran The Yudhoyono Institute, bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

Tujuan resmi pertemuan ini adalah AHY ingin menyampaikan undangan acara peluncuran The Yudhoyono Institute secara langsung kepada Presiden Jokowi.

(Baca juga Jokowi Bicarakan Lanskap Politik ke Depan dengan Agus Yudhoyono)

AHY pun diterima Jokowi dalam suasana penuh keakraban. Bahkan, anak sulung Jokowi, Gibran, ikut bergabung dalam pertemuan tersebut, dan menyiapkan gudeg dan bubur lemu untuk disantap bersama AHY.

Pertemuan ini benar-benar membuat kaget berbagai pihak. Masih belum lekang dari ingatan kita, pertemuan Susilo Bambang Yudhoyono, atau biasa dipanggil SBY, ayah dari AHY, dengan Prabowo Subianto, 27 Juli 2017 lalu.

Pertemuan SBY-Prabowo selaku kedua kekuatan politik besar di Indonesia yang sebelumnya hampir tidak pernah sejalan, waktu itu menjadi berita besar. Dalam pertemuan itu, SBY-Prabowo mengeluarkan pernyataan cukup keras yang membuat panas pihak Istana dan partai politik pendukungnya.

"The power must not go unchecked (kekuasaan harus selalu diawasi)," ujar SBY di depan media massa yang hadir di Cikeas, setelah pertemuan tertutup dengan Prabowo.

SBY dan Prabowo berkomitmen untuk memastikan bahwa penggunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan itu tidak melampaui batas, tidak mengalami cross the line (melewati batas) yang bisa mengarah ke abuse of power (penyimpangan kekuasaan).

Tak kurang dari Presiden Jokowi sendiri yang merespons keras pernyataan tersebut, selain menteri dan berbagai tokoh parpol pendukung pemerintah. Dan, berbagai media massa masih mengulas hasil pertemuan dan respon dari Jokowi beserta menteri dan parpol pendukungnya selama beberapa hari setelah pertemuan.

Komitmen SBY-Prabowo dalam pertemuan itu untuk menjalin komunikasi dan kerja sama lebih intens, meskipun tidak dalam bentuk koalisi, diartikan merupakan prakondisi sambil menjajaki berbagai kemungkinan, sebelum benar-benar memutuskan berkoalisi.

Dengan kata lain, SBY dan Prabowo memiliki peluang lebih besar untuk berjalan bersama, dengan Jokowi dan parpol pendukung pemerintah menempuh jalan yang berbeda.

Hanya, kedatangan AHY ke Istana untuk bertemu Jokowi pada tanggal 10 lalu, apalagi di tengah isu bakal ada reshuffle kabinet, kemudian menyisakan sederet pertanyaan.

Apakah etis di tengah inisiasi komitmen kerja sama dan komunikasi lebih intens antara Partai Demokrat dan Partai Gerindra yang dirintis SBY dan Prabowo, AHY terkesan merapat ke Jokowi? Apakah ini berarti Partai Demokrat bermain dua kaki? Bagaimana kita memaknainya?

Terobosan pola komunikasi

Hal pertama yang perlu kita cermati adalah pertemuan AHY dengan Jokowi bukan berarti Partai Demokrat bakal menjauh dari Gerindra dan merapat ke pemerintah. AHY memang anak biologis dari SBY, ketua umum Partai Demokrat, bahkan bisa dibilang salah satu kader terbaik yang mungkin bisa dimiliki Partai Demokrat saat ini.

Gairah tinggi memang menyebar di kalangan kader Partai Demokrat se-Indonesia, dengan keberadaan AHY. Begitu banyak kader Partai Demokrat di daerah yang saat ini berharap dikunjungi AHY.

Hanya, sampai saat ini, belum ada konfirmasi bahwa AHY sudah resmi memiliki kartu tanda anggota Partai Demokrat. Apalagi mengenai kedudukan AHY di dalam struktur Partai Demokrat, masih belum ada informasi terbuka, sehingga AHY sebenarnya belum bisa dianggap sebagai representasi Partai Demokrat.

Kedua, meskipun AHY bukan representasi Partai Demokrat, AHY juga membawa titipan pesan dari SBY. Pesan resmi dan terbuka untuk Presiden Jokowi.

Menilik isi pesan, berupa harapan dan doa SBY agar Presiden Jokowi sukses dan selalu sehat serta diberikan kesuksesan di dalam memimpin negeri dan memimpin pemerintah, SBY menunjukkan bahwa ia menghargai posisi Jokowi selaku Presiden.

Di sini tampak usaha SBY untuk menunjukkan, meskipun memiliki pendirian berbeda dalam beberapa isu politik dan kebijakan dengan Presiden Jokowi, SBY tetap ingin menjalin komunikasi dan membina hubungan baik.

Ketiga, masih berkaitan dengan titipan pesan dari SBY untuk Jokowi melalui AHY, SBY menunjukkan bahwa ia memahami situasi sulit Jokowi.

Ada tokoh-tokoh berpengaruh di sekeliling Jokowi, yang kurang berkenan Jokowi memiliki hubungan baik dengan SBY karena peristiwa lampau.

Adapun komunikasi intens sesama tokoh bangsa amatlah berguna dalam mencairkan kebuntuan politik maupun menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa. Sehingga, melalui momen ini, SBY ingin menegaskan, komunikasi antara Jokowi dan SBY, dapat dijembatani oleh AHY. AHY secara tidak langsung, sewaktu-waktu bisa difungsikan sebagai utusan informal dari SBY.

Ini juga untuk menghindari pergerakan perantara politik memanfaatkan kurang lancarnya komunikasi politik antara Jokowi dan SBY. Dan, tentu saja miskomunikasi maupun misinformasi yang bisa terjadi karena perantara politiknya belum tentu nirkepentingan.

Di sisi lain, keberadaan AHY selaku utusan tidak resmi SBY untuk Jokowi juga berguna untuk menjaga nama baik SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat di mata Prabowo dan Partai Gerindra.

Hal itu mengingat baru saja SBY dan Prabowo punya komitmen bekerja sama dan berkomunikasi lebih intens dalam mengawasi pemerintahan. Sehingga, kurang elok menurut fatsun politik bila SBY membangun komunikasi langsung dengan Jokowi.

Terobosan pola komunikasi politik seperti ini memang amat penting dalam memecah kebuntuan politik. Mengingat dalam pemerintahan demokratis, komunikasi adalah unsur esensial bagi demokrasi, melekat pada konsep demokrasi itu sendiri, seperti disampaikan Alwi M Dahlan (1999).

Masih ada hal yang perlu dicermati pula dari pertemuan AHY-Jokowi, Kamis lalu, dalam konteks terobosan pola komunikasi politik. AHY di Istana Presiden hadir seorang diri, tanpa didampingi tokoh partai ataupun keluarga saat bertemu dengan Jokowi.

Hal ini menunjukkan pesan yang sangat kuat bahwa saat ini AHY merupakan figur mandiri di pentas nasional. AHY bukan lagi variabel yang perlu dikaitkan-kaitkan dengan figur bapaknya, ataupun menapaktilasi perjalanan orang tuanya.

AHY sekarang telah menjadi sosok yang berjuang merintis jalan hidupnya sendiri. Mungkin SBY membutuhkan AHY untuk berkomunikasi dengan Jokowi, namun AHY bisa bergerak sendiri dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak secara mandiri.

Respons Jokowi

Jokowi juga menunjukkan kepiawaiannya dalam merespons situasi. Kesediaan menerima AHY di Istana Negara memberikan pesan penting ke masyarakat bahwa Presiden Jokowi terbuka dialog dengan berbagai pihak, bahkan dengan pihak yang bukan pendukungnya, sebagai salah satu ciri pemerintahan demokratis.

Memang sempat muncul pandangan di sebagian kalangan bahwa pemerintahan saat ini cenderung tidak demokratis, kurang terbuka terhadap pemikiran yang berbeda, maupun ormas yang bersimpangan jalan dengan pemerintah. Salah satunya ditunjukkan melalui penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas, 10 Juli 2017 lalu.

Hal ini coba ditepis dengan menerima AHY, putra sulung dari pemimpin parpol kubu non pendukung pemerintah yang sering bersuara keras terhadap pemerintahannya.

Dengan menerima AHY di Istana pula, memberikan pesan tidak langsung bahwa Jokowi terbuka untuk menjalin komunikasi lebih lanjut dengan Poros Cikeas.

Istana seakan-akan memberikan sinyal siap untuk kemungkinan-kemungkinan lain, bahkan hubungan lebih dalam dengan Cikeas. Seakan Istana memberikan opsi baru bagi SBY, lebih menguntungkan merapat ke Istana, atau ke Hambalang.

Kondisi ini bisa menjadi duri dalam daging bagi kerja sama dan komunikasi lebih intens yang sedang coba digagas oleh Partai Demokrat dan Partai Gerindra.

Jika SBY ataupun Prabowo tidak tepat meresponsnya, kerja sama dan komunikasi antara poros Cikeas dan Hambalang bakal bubar prematur.

Keberadaan Gibran, anak sulung Jokowi, dalam pertemuan Jokowi-AHY merupakan berkah bagi Jokowi dalam memaksimalkan pertemuan Jokowi-AHY.

Pertemuan berjalan lebih cair dan lebih akrab. Hal ini bisa membantu menurunkan ketegangan politik antarkubu parpol pendukung pemerintah dan kubu parpol nonpemerintah akibat perbedaan pendapat dalam merespon beberapa isu nasional akhir-akhir ini.

Dengan kata lain, jamuan nasi goreng SBY kepada Prabowo yang terasa pedas bagi pemerintah, coba diredam dengan jamuan gudeg dan bubur lemu Gibran kepada AHY.

Dengan keberadaan Gibran pula, Jokowi seakan-akan berusaha mengingatkan AHY bahwa posisi AHY saat ini adalah seorang anak Presiden (keenam Republik Indonesia). Berbeda tingkatan dengan Jokowi selaku presiden, jika AHY tidak mau disamakan dengan Gibran sebagai sesama anak presiden.

Untuk itu, AHY masih perlu waktu dan berproses untuk menjadi seorang calon Presiden, atau dengan kata lain, masih perlu waktu menjadi penantang Jokowi.

Pertanda koalisi?

Pola kepemimpinan Jokowi selama hampir tiga tahun ini, yang cenderung berusaha mendapatkan dukungan politik sebesar mungkin, menutup celah bagi lawan politik untuk bergerak, bahkan jika perlu dengan cara merekrutnya, membuat peluang Partai Demokrat terbuka untuk masuk ke dalam pemerintahan. Apalagi berkaitan dengan desas-desus reshuffle yang menguat akhir-akhir ini.

Kursi menteri untuk AHY tentunya menjanjikan karier politik jalur cepat bagi seorang AHY. Kesempatan untuk membuktikan kapasitas kepemimpinannya di kursi menteri bakal mendekatkan AHY ke jenjang kepemimpinan nasional selanjutnya.

Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, salah satu posisi paling panas saat ini, yaitu kursi wakil presiden bagi Jokowi periode 2019-2024, bisa menjadi milik AHY jika memang kongsi politik Jokowi dengan Partai Demokrat berjalan lancar jelang 2019 ini.

Figur muda, cerdas, pekerja keras, dan tegas yang melekat di AHY bakal memperluas segmen calon pemilih Jokowi di Pilpres 2019.

Dengan bergabungnya Partai Demokrat ke dalam pemerintahan, maka Jokowi bisa berhasil mengatasi dua masalah. Pertama, kekuatan rival politik terkuatnya saat ini, yaitu Prabowo Subianto dan Partai Gerindra, bakal terbatas. Tidak ada lagi dukungan ataupun kerjasama dengan Partai Demokrat. Riak-riak di parlemen bakal jauh berkurang.

Jokowi bakal menutup kepemimpinannya di lima tahun pertama dengan mulus, bahkan mungkin meneruskannya sampai dengan periode kedua. Dengan hanya Partai Gerindra dan PKS, serta mungkin PAN, mengusung Prabowo di 2019, tanpa adanya tokoh alternatif, sebenarnya peluang Jokowi untuk melanjutkan pemerintahan ke periode kedua semakin membesar.

Kedua, Jokowi bisa meminimalisasi tekanan dari parpol-parpol pendukung pemerintah saat ini. Dengan keberadaan poros Cikeas di dalam pemerintahan, parpol lainnya yang cenderung bandel bakal berpikir ulang.

Tekanan dari parpol pendukung tertentu, baik untuk kursi menteri, kebijakan-kebijakan pemerintahan, maupun posisi wapres di 2019-2024, bakal berkurang karena sekarang Jokowi sudah punya Partai Demokrat.

Suara nasional cukup signifikan (posisi 4 besar di 2014), memiliki patron politik yang kuat, dan cenderung mementingkan harmoni dalam kerja politik, membuat Partai Demokrat bakal memiliki tempat tersendiri dalam koalisi parpol pendukung Jokowi.

Hanya, ada kendala psikologis yang harus ditembus oleh Jokowi. Patron politik terkuat di koalisi parpol pendukung pemerintahan saat ini, Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, memiliki pengalaman kurang baik dengan SBY, selaku pendiri dan ketua umum Partai Demokrat saat ini.

Hubungan kedua belah pihak, sejauh ini masih berjalan datar, bahkan bisa dikatakan tidak harmonis.

Bagi Partai Demokrat sendiri, ada beberapa hal yang masih mengganjal. Pertama, mereka akan terkunci jika masuk ke koalisi pendukung Jokowi.

Prestasi pemerintahan saat ini belum tentu dianggap prestasi Partai Demokrat. Namun, jika pemerintahan saat ini gagal, Partai Demokrat akan dianggap ikut bertanggung jawab.

Kedua, figur AHY yang segar, pemimpin baru, seharusnya bisa dianggap sebagai alternatif kepemimpinan nasional. Masyarakat yang tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi, yang termasuk dalam protest voters, dan menganggap Prabowo figur lama, sehingga merasa butuh figur baru dan bakal melirik AHY. Namun, dengan keberadaan AHY di kabinet, AHY bakal dianggap sebagai bagian dari rezim ini.

Ketiga, waktu dua tahun sebagai menteri merupakan waktu yang singkat untuk memberikan dampak signifikan. Perlu waktu bagi AHY untuk beradaptasi. Belum lagi berbagai prosedur di kementerian yang cukup rumit. Salah melangkah bisa masuk dalam jeratan hukum. Kalau terlalu berhati-hati, bisa-bisa kinerja AHY bakal standar saja.

Koalisi strategis atau sesaat

Jika memutuskan untuk berkoalisi dengan pemerintahan saat ini, Partai Demokrat mesti mengingat bahwa koalisi itu alaminya memiliki jangka waktu yang pendek, sampai dengan tujuannya tercapai (J Brian O'Day, 2004).

Untuk di Indonesia, ada dua tipe umum koalisi parpol. Pertama, membentuk aliansi parpol untuk menang dalam pemilu. Kedua, koalisi parpol untuk membentuk pemerintahan dengan dukungan parlemen yang solid.

Pertanyaannya, adakah situasi mendesak bagi Partai Demokrat untuk bergabung ke koalisi parpol pendukung pemerintahan saat ini dan apakah tujuannya?

Besar harapan kita, baik pemerintahan Jokowi maupun Partai Demokrat, dalam memutuskan untuk berkoalisi, bukan sekadar untuk kepentingan sesaat. Bukan sekadar penguatan pemerintahan maupun memenangkan pemilu. Apalagi hanya untuk memberikan jalan lapang dan mendongkrak karier politik kader-kadernya.

Kerja sama itu haruslah membentuk koalisi strategis, berfokus pada penyelesaian isu-isu strategis, yang memengaruhi hajat hidup orang banyak, apalagi dalam menghadapi situasi regional dan global yang semakin tak menentu. Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com