JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap, polemik antara anggota Komisi VII DPR Muktar Tompo dan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Marsekal (Purn) Chappy Hakim, tidak diperluas.
Terlebih, kata Kalla, Chappy juga telah menyampaikan permohonan maaf kepada Komisi VII dan Mukhtar.
“Apa yang kita baca, Dirut Freeport sudah minta maaf atas kejadian itu. Mudah-mudahan selesai lah,” kata Kalla di Kantor Wapres, Jumat (10/2/2017).
Kalla mengaku, kurang mengetahui secara pasti ihwal terjadinya perselisihan tersebut.
Dalam konflik itu, Chappy dan Mukhtar sempat menyinggung pembangunan smelter di Gresik.
Terkait pembangunan itu, Wapres menuturkan, Freeport telah memiliki smelter di Gresik. Namun, ia mengaku, jumlah smelter yang ada belum mencukupi.
“Walaupun kebutuhannya di bawah setengah, 50 persenan. Nah ini kan harus semua baik,” kata Kalla.
(Baca: Rapat Kerja, Dirut Freeport Berpolemik dengan Anggota Komisi VII)
Wapres menekankan, pemerintah telah memberikan peringatan kepada Freeport untuk memperbanyak pembangunan smelter.
Peringatan tersebut harus dijalankan bila perusahaan asal negeri Paman Sam itu ingin tetap beroperasi di Tanah Air.
“Ini peringatan terakhir kalau diperpanjang harus bangun betul, tidak ada kontrolnya. Tidak ada perpanjangan berikutnya apabila (tidak dibangun),” kata dia.
Sebelumnya, Muktar membeberkan kronologi perselisihannya dengan Chappy. "Waktu itu saya mau nyalamin dia.
Waktu tangan saya ulurkan, dia menepis tangan saya, lalu menunjuk-nunjuk kepada saya sambil teriak, 'Kau jangan macam-macam. Mana itu tidak konsisten. Mana? Saya ini konsisten, mana?" ujar Mukhtar menirukan suara Chappy.
Ia menjelaskan, awalnya dia hanya meminta konsistensi dari PT Freeport Indonesia dalam pembangunan smelter di Gresik.
Namun, ia merasa penjelasan yang diberikan oleh Freeport tidak konsisten. Ketidakonsistenan itu, menurut Mukhtar, terjadi karena penjelasan antara Freeport dan pembangun di Gresik tidak sinkron.