Penjelasan Daoed Joesoef
Daoed Joesoef pernah menjelaskan mengenai tujuan dari berlakunya NKK/BKK dalam tulisan "Normalisasi Kehidupan Kampus", yang juga dimuat Harian Kompas terbitan 20 April 1979.
Dalam uraian itu, Daoed menilai bahwa manusia memiliki esensi tanggung jawab, antara lain untuk memelihara kesatuan dan persatuan; mengembangkan kepribadian yang sehat; berpikir analisis dan sintesis; memelihara dan mengembangkan Demokrasi Pancasila; serta serta mengembangkan nilai-nilai budaya yang luhur.
Daoed mengkritik aktivitas politik mahasiswa yang dinilai tidak membangkitkan kekuatan penalaran individu. Mahasiswa tidak lagi mengembangkan kemampuan berpikir analisis dan sintetis.
"Dengan begini berarti bahwa mahasiswa pada hakikatnya bukanlah "manusia rapat umum" (man of public meeting), tetapi manusia penganalisa (man of analysis)," tulis Daoed.
Pernyataan sama juga dikemukakan Daoed Joesoef, di usianya yang ke-90. Dalam wawancara kepada Harian Kompas yang terbit hari ini, Daoed menilai NKK/BKK merupakan upaya untuk mengembalikan kampus sebagai komunitas intelektual.
"Silakan mengkaji politik, tapi tidak untuk berpolitik praktis. Masa itu, kampus sangat riuh dengan kegiatan politik dan rawan ditunggangi. Lalu kapan mahasiswa belajar dengan baik?," dikutip dari Harian Kompas, Senin (8/8/2016).
Beda pendapat dengan Soeharto
Saat menjabat sebagai Mendikbud, Daoed Joeseof mengaku diberi kebebasan oleh Soeharto. "Tidak perlu sedikit-sedikit minta petunjuk," ucapnya.
Bahkan di akhir masa periode jabatan, Depdikbud tercatat mendapat anggaran paling besar, hinga Rp 1,3 triliun. Ini menjadikan kebijakan pendidikan saat itu adalah membangun sekolah inpres di mana-mana.
Namun, ini tidak menjadikan sifat kritis Daoed Joesoef terhadap Soeharto hilang. Pada 1981 Daoed Joesoef pun berbeda pendapat dengan Soeharto.
Ini disebabkan lulusan S3 Ilmu Ekonomi di Universite de Paris I, Pantheon-Sorbonne, Perancis itu menilai pembangunan berbasis teknokrat sebagai kebijakan yang salah.
"Itu berdasarkan konsep Bank Dunia yang menganggap Indonesia sebagai peminjam dana. Pembangunan seperti itu akan rontok di kemudian hari. Negara tidak bisa dibangun hanya lewat ekonomi," ucapnya.
Menurut Daoed, pembangunan nasional tidak sama dengan pembangunan ekonomi. Asumsi pembangunan ekonomi dianggap seperti air pasang di laut yang mengangkat semua kapal.
"Padahal, pembangunan nasional tidak seperti itu, ada yang tertinggi dan terendah," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.