"Contoh Pak Harto. Kalau beliau tidak mau turun, tentu bisa lain lagi (kondisinya). Begitu juga Pak Habibie, dia jadi presiden sampai 2003, tapi dia selenggarakan Pemilu 1999," kata Ginandjar usai bertemu dengan politisi muda Golkar di kediamannya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/11/2015).
Pertemuan itu dilakukan dalam mencari solusi atas konflik berkepanjangan antara Agung Laksono dan Aburizal Bakrie yang belum ada titik temunya. (Baca: Ginandjar: Ada Friksi di Golkar Sepanjang Sejarah, tapi Tak Pernah Seperti Sekarang )
Menurut Ginandjar, Soeharto dan Habibie itu lebih mementingkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi. Hal itu seharusnya juga dapat dijadikan contoh dalam menjalankan kehidupan partai politik.
"Jangan hanya berebut, menempatkan diri dalam posisi yang berarti, tapi eksistensi partai yang dipertaruhkan," kata dia. (Baca: Kubu Agung Laksono: Proses Hukum Berhenti jika Aburizal Mau Munas Bersama )
Mantan Menteri Ekonomi, Keuangan, dan Industri era Soeharto itu mengatakan, dalam sejumlah survei , posisi Partai Golkar berada di urutan tiga besar. (Baca: Kata Aburizal, Waktu Munas Tergantung DPD I Golkar )
Kondisi itu, menurut dia, belum pernah terjadi di sepanjang sejarah Golkar.
Selain itu, konflik Golkar juga telah memberikan dampak besar, terutama terhadap pelaksanaan pilkada serentak. (Baca: Soal Golkar, Jusuf Kalla Minta Menkumham Segera Laksanakan Putusan MA )
Tidak sedikit kader Golkar di daerah yang justru memilih maju sebagai calon kepala daerah dengan menggunakan kendaraan politik lain.
"Kalau ini dibiarkan makin berlarut-larut, makin hanyut Golkar. Di Jakarta mungkin masih ada DPR, tapi di daerah Golkar sudah habis," tegasnya.