Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sudah 82 Politisi Dijerat, Barangkali Alasan Banyak Parpol Ingin KPK Bubar..."

Kompas.com - 21/10/2015, 10:22 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Operasi tangkap tangan terhadap Anggota DPR dari Fraksi Hanura berinisial DYL menambah panjang daftar politisi yang dijerat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Indonesia Corruption Watch menilai, dengan banyaknya politisi yang dijerat, wajar apabila partai politik lewat fraksinya di DPR berniat merancang revisi Undang-undang yang hendak melemahkan, bahkan membubarkan KPK.

"Barangkali ini alasan mengapa banyak partai politik yang tidak suka dengan KPK dan lebih ingin lembaga ini bubar atau dilemahkan," kata aktivis ICW Emerson Yuntho dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/10/2015).

Catatan Kompas.com, baru satu tahun DPR periode 2014-2019 berjalan, setidaknya sudah ada tiga anggota yang terjerat oleh KPK. (baca: Ketua F-Hanura Benarkan Anggotanya Berinisial DYL Ditangkap KPK)

Sebelumnya, KPK telah menangkap tangan Anggota Fraksi PDI-P Adriansyah dan menetapkan tersangka Anggota Fraksi Nasdem Patrice Rio Capella.

ICW mencatat, DYL menjadi politisi ke-82 yang dijerat sejak KPK berdiri pada 2002. (baca: Hanura Akan Berhentikan DYL jika Resmi Ditetapkan Tersangka)

"Jadi KPK sudah menjerat politisi dari semua partai politik. Politisi Golkar dan PDI-P masih yang terbanyak dijerat oleh KPK," kata Emerson.

Sebelumnya, dalam rapat Badan Legislasi pada (6/10/2015), sejumlah anggota dari enam fraksi di DPR mengusulkan revisi UU KPK masuk dalam program legislasi nasional prioritas 2015.

Dalam draf revisi yang dibagikan di rapat itu, diatur bahwa masa kerja KPK hanya 12 tahun setelah UU diundangkan. (baca: Ini Alasan PDI-P Batasi Umur KPK Hanya 12 Tahun)

Draf itu juga mengatur batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar.

Kewenangan penyadapan KPK juga harus dilakukan melalui izin pengadilan. Kemudian, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum.

KPK juga nantinya akan memiliki kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Terakhir, akan dibentuk juga lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja KPK.

Setelah ditolak banyak pihak, pemerintah dan DPR telah bersepakat menunda pembahasan RUU KPK.

Kesepakatan ini tercapai setelah Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR bertemu dalam rapat konsultasi di Istana Negara, Selasa (13/10/2015) sore. (Baca: Pemerintah-DPR Sepakat Tunda Bahas Revisi UU KPK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com