Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyambut Calon Kepala Daerah

Kompas.com - 25/07/2015, 13:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Pendaftaran calon kepala daerah yang akan bertarung pada pilkada serentak mulai dibuka pada Minggu (26/7/2015) di 269 kantor Komisi Pemilihan Umum daerah, yang terbagi di sembilan provinsi, 224 kabupaten dan 36 kota.

Masa pendaftaran akan berlangsung selama tiga hari, hingga Selasa (28/7/2015), dengan menyerahkan kelengkapan persyaratan calon dan pencalonan dari pasangan calon kepala daerah.

KPU telah merevisi beberapa poin dalam Peraturan Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan menjadi Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015.

Persyaratan calon terkait hubungan darah tidak lagi diberlakukan KPU dengan mempertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 terkait konflik kepentingan calon dengan petahana atau pejabat kini (incumbent).

Kini, calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana, antara lain, yakni suami/istri, ayah/ibu, mertua, paman/bibi, anak, kakak/adik, ipar, dan menantu, boleh mencalonkan diri dalam pilkada.

Selain itu, KPU juga mengatur calon kepala daerah yang berasal dari anggota DPR, DPRD maupun DPD harus sudah mengundurkan diri dari jabatannya saat mendaftar ke KPU daerah.

Menjelang masa pendaftaran calon kepala daerah dimulai, KPU Pusat meminta partai politik menyerahkan salinan susunan kepengurusan yang disahkan masing-masing mahkamah partai dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Salinan SK kepengurusan sah dari partai politik tersebut nantinya akan disesuaikan dengan dokumen yang dibawa pasangan calon kepala daerah pada saat mendaftar kantor KPU di daerah.

"Salinan kepengurusan itu harus kami miliki karena pada saat mendaftarkan itu partai dan pasangan calon harus memegang SK itu. Kalau yang diserahkan ke kami (KPU Pusat) itu bisa saja dalam bentuk 'soft copy', yang penting dokumen itu harus ada diserahkan ke kami sebelum pendaftaran," kata Komisioner KPU Pusat Hadar Nafis Gumay seperti dikutip Antara.

Khusus untuk partai yang masih berproses hukum terkait kepengurusan, KPU telah merevisi Peraturan Nomor 9 Tahun 2015 menjadi Peraturan Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pencalonan yang memperbolehkan partai tersebut menyerahkan dokumen salinan kepengurusan dari masing-masing kubu berselisih.

Hingga satu hari menjelang dimulainya pendaftaran pasangan calon kepala daerah, KPU menerima telah salinan surat keputusan kepengurusan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten-kota dari 12 partai politik.

Namun, salinan SK kepengurusan yang disampaikan parpol itu belum seluruhnya lengkap mulai dari tingkat pengurus pusat hingga kabupaten-kota.

Sementara Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang masih berkonflik hukum terkait kepengurusan partai, baru kubu Muktamar Surabaya yang sudah menyerahkan salinan SK kepengurusan mereka di sembilan provinsi dan 260 kabupaten-kota.

Risiko calon tunggal

Jika hingga Selasa (28/7), tidak terdapat pasangan calon atau hanya ada satu pasangan calon yang mendaftar, maka KPU memberi kesempatan satu kali hingga ada yang mendaftar.

Seperti di Kota Surabaya, Wali Kota Tri Rismaharini yang sudah ditetapkan oleh parpol pengusungnya PDI-P berpasangan dengan Wakil Wali Kota Wisnu Sakti B untuk maju kembali pada jabatan kedua Pilkada 2015, tampaknya tidak ada pesaing.

Parpol lain, sekalipun telah berkoalisi/bergabung "tidak berani" mengajukan pasangan calon untuk menjadi pesaing Risma. Sehingga ada kemungkinan hanya calon tunggal hingga tercetus ide bukan melalui pemilihan, tetapi aklamasi.

Begitupun jalur perorangan, belum ada tokoh yang "berani" mencalonkan untuk "melawan" Risma.

KPU berpandangan pelaksanaan pilkada tidak mungkin dapat dilakukan jika tidak ada peserta atau peserta hanya satu pasangan calon saja.

Apabila kondisi demikian terjadi, maka KPU daerah setempat memutuskan menunda pelaksanaan pilkada hingga ke gelombang pilkada serentak berikutnya, yakni di 2017.

Terkait dampak penundaan itu, KPU menyatakan, pengaturan terkait keberadaan pasangan calon tunggal tersebut tidak melanggar undang-undang.

Hadar mengatakan, pengaturan tersebut dibuat justru untuk menjamin pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak dapat berlangsung Desember, sesuai perintah Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

"Perlu diketahui bahwa pilkada itu tidak bisa dilaksanakan hanya dengan satu pasangan calon. Justru pembatasan masa pendaftaran, jika hanya ada satu pasangan calon saja, itu memberikan kejelasan pilkada serentak dapat dilaksanakan 9 Desember nanti," tutur Hadar.

Jika KPU menunggu sampai terdapat lebih dari satu pasangan calon, maka tahapan-tahapan lain akan terganggu seperti verifikasi peserta, pelaksanaan kampanye, dan pendistribusian logistik.

"Kalau dia mendatar, misalnya, sebulan sebelum pemungutan suara, maka tahapan yang sudah kita susun itu akan terganggu. Makanya kami mengatur masa pendaftaran itu diperpanjang satu kali saja. Kalau tidak ada yang mendaftar lagi (atau hanya ada satu pasangan calon), ya sudah kami akan sertakan ke pilkada gelombang berikutnya di 2017," jelasnya.

Dalam PKPU Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pencalonan, pasal 89 ayat 1 dan 4, disebutkan KPU daerah memperpanjang masa pendaftaran pasangan calon jika hanya terdapat satu pasangan yang mendaftar.

Artinya, perpanjangan masa pendaftaran tersebut berlangsung selama tiga hari mulai Rabu (29/7) hingga Jumat (31/7).

Jika sampai dengan berakhirnya perpanjangan masa pendaftaran tersebut tetap tidak ada yang mendaftar, maka daerah tersebut akan diikutsertakan pada pilkada gelombang berikutnya.

Kekhawatiran dampak atas peraturan KPU tersebut disebabkan oleh keinginan sejumlah pihak untuk menunda pelaksanaan pilkada di daerah, seperti di Kota Surabaya, Banyuwangi dan Kutai Kertanegara.

Terkait akan hal itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yakin tidak akan ada daerah yang hanya ada satu pasangan calon kepala daerah saja.

Mendagri yakin akan ada sedikitnya dua pasangan calon di seluruh daerah yang dijadwalkan menyelenggaraan pilkada serentak gelombang pertama pada Desember mendatang.

"Saya kira tidak akan demikian, pasti akan muncul minimal dua calon," ucap Tjahjo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Lakukan Survei Tahap II untuk Pilkada Jabar, Cari Pendamping atau Pengganti Ridwan Kamil?

Golkar Lakukan Survei Tahap II untuk Pilkada Jabar, Cari Pendamping atau Pengganti Ridwan Kamil?

Nasional
Kerugian Negara Kasus LNG Pertamina Dibebankan ke Perusahaan AS, KPK Ungkit Kasus E-KTP

Kerugian Negara Kasus LNG Pertamina Dibebankan ke Perusahaan AS, KPK Ungkit Kasus E-KTP

Nasional
Wapres Ma'ruf Jamu Biro Komite Palestina untuk PBB

Wapres Ma'ruf Jamu Biro Komite Palestina untuk PBB

Nasional
AHY Bilang Jokowi Tak Tawarkan Kaesang ke Demokrat dan Parpol KIM

AHY Bilang Jokowi Tak Tawarkan Kaesang ke Demokrat dan Parpol KIM

Nasional
Anwar Usman Diputus Tak Langgar Kode Etik Soal Dugaan Sewa Pengacara untuk Lawan MK di PTUN

Anwar Usman Diputus Tak Langgar Kode Etik Soal Dugaan Sewa Pengacara untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Menakar Duet Anies-Andika jika Melawan Calon Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada Jakarta

Menakar Duet Anies-Andika jika Melawan Calon Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada Jakarta

Nasional
KPK Sebut Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Capai 6 Juta Paket

KPK Sebut Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Capai 6 Juta Paket

Nasional
AHY Sebut Penyusunan Kabinet Tak Terkait Dukungan Parpol KIM di Pilkada

AHY Sebut Penyusunan Kabinet Tak Terkait Dukungan Parpol KIM di Pilkada

Nasional
LPPA Aisyiyah: Dari Perspektif Perempuan, Praktik Tambang Cenderung Merusak Lingkungan

LPPA Aisyiyah: Dari Perspektif Perempuan, Praktik Tambang Cenderung Merusak Lingkungan

Nasional
KPK Siap Hadapi Argumen Karen Agustiawan yang Pernah Menang Kasasi Lawan Kejagung

KPK Siap Hadapi Argumen Karen Agustiawan yang Pernah Menang Kasasi Lawan Kejagung

Nasional
Survei Indikator Politik: Elektabilitas Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, dan Komeng Tertinggi di Jabar

Survei Indikator Politik: Elektabilitas Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, dan Komeng Tertinggi di Jabar

Nasional
Lirik Sandiaga, PKB Sinyalkan Tak Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat

Lirik Sandiaga, PKB Sinyalkan Tak Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat

Nasional
Ketua KPU Bersyukur Dipecat, Mardani Singgung Proses Fit and Proper Test di DPR

Ketua KPU Bersyukur Dipecat, Mardani Singgung Proses Fit and Proper Test di DPR

Nasional
LHKP Muhammadiyah: Kalau Dilihat Dari Hasil Muktamar, Izin Tambang Ormas Mestinya Ditolak

LHKP Muhammadiyah: Kalau Dilihat Dari Hasil Muktamar, Izin Tambang Ormas Mestinya Ditolak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com