Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Perombakan Kabinet

Kompas.com - 20/07/2015, 15:00 WIB
Kaburnya oposisi

Dalam praktik pemerintahan Presiden Jokowi dewasa ini, karakter koalisi presidensial itu semakin terpotret tanpa oposisi yang jelas. Memang pada mulanya partai yang bergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) aktif berperan sebagai oposisi. Dalam perkembangannya nyaris tak ada progresivitas fungsi oposisi lagi setelah konstelasi politik parlemen terbentuk. Secara jumlah, terutama psikologis, KMP berkuasa di parlemen, tetapi tak otomatis menutup sama sekali ruang dan peluang pemerintah bernegosiasi dan berkompromi.

Dalam berbagai aspek dinamika politik pemerintahan, KMP justru mendukung rencana pemerintah. Dalam kasus kehebohan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri dan dinamikanya, partai pendukung utama pemerintah (PDI-P) justru banyak menunjukkan sikap mirip oposisi. Kasus di mana partai propemerintah yang bersikap layaknya oposisi semacam ini juga pernah kita jumpai dalam pemerintahan sebelum Jokowi. Anomali politik semacam ini tentu tak akan terjadi dalam dinamika politik sistem parlementer.

Kaburnya oposisi politik formal dalam sistem pemerintahan presidensial memberi peluang sekaligus tantangan bagi presiden dalam mengelola pemerintahan. Yang mendasar, tentu terkait konsistensi, bahwa dengan tak adanya oposisi yang jelas, ancaman instabilitas politik bisa muncul dari mana-mana. Presiden pun bisa banyak memperoleh ancaman dari dalam koalisinya sendiri. Pola konflik dan konsensus bisa sangat pragmatis, yakni dengan ukuran proporsi wakil partai di kabinet. Perubahan konstelasi dan skala ancaman justru bisa membesar dari dalam manakala perombakan kabinet terjadi.

Di sisi lain, publik juga sering menyimpan pertanyaan, mengapa partai bahkan yang di luar koalisi pendukung pemerintah selalu terkesan bisa diikutkan dalam kabinet? Mengapa kabinet selalu jadi daya tarik bagi partai? Salah satu versi jawabannya adalah mengemukanya kepentingan partai memperkuat infrastruktur dan jaringan kepolitikannya. Bagaimanapun menteri partai berpeluang untuk tak saja melakukan aktivitas ulang alik pusat- daerah yang notabene selaras dengan konsolidasi. Secara sederhana itu bermakna investasi suara pada pemilu selanjutnya. Penjelasan lain terkait dengan konteks pengaruh. Partai yang punya menteri di kabinet berarti punya saluran pengaruh di pemerintahan. Implikasinya, partai punya peluang mendistribusikan kader di ranah kekuasaan.

Dilema presiden

Presiden akan selalu menghadapi dilema dalam menyeimbangkan dua kutub di atas. Satu sisi ia dihadapkan pada kuat lemahnya sumber daya manusia para menteri. Sisi lainnya, ia diharuskan mampu mengelola keseimbangan politik akibat begitu banyak partai. Ini dilema lazim dalam praktik kuasiparlementer atau semipresidensial. Dalam sistem demikian, presiden secara legal konstitusional sesungguhnya sangat kuat posisinya karena adanya ragam wewenang sekaligus ragam proteksi terhadap kekuasaannya. Karena sistem bersifat multipartai, presiden mudah jatuh pada sikap dan pilihan politik yang justru mencerminkan tidak percaya diri.

Akibatnya, presiden mudah jatuh ke dalam kompromi bagi-bagi kekuasaan dengan partai dan entitas pendukungnya secara kurang berkualitas. Partai tak selalu menyodorkan kadernya yang mumpuni kepada presiden dalam penyusunan atau perombakan kabinet dan pengisian jabatan strategis lainnya. Belajar dari pengalaman selama ini, partai sering menyodorkan kader yang bukan kelas wahid dalam kompetensi. Maka, wajar manakala kabinet tak meyakinkan performanya sebagai ideal zaken kabinet sejak awal.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Lakukan Survei Tahap II untuk Pilkada Jabar, Cari Pendamping atau Pengganti Ridwan Kamil?

Golkar Lakukan Survei Tahap II untuk Pilkada Jabar, Cari Pendamping atau Pengganti Ridwan Kamil?

Nasional
Kerugian Negara Kasus LNG Pertamina Dibebankan ke Perusahaan AS, KPK Ungkit Kasus E-KTP

Kerugian Negara Kasus LNG Pertamina Dibebankan ke Perusahaan AS, KPK Ungkit Kasus E-KTP

Nasional
Wapres Ma'ruf Jamu Biro Komite Palestina untuk PBB

Wapres Ma'ruf Jamu Biro Komite Palestina untuk PBB

Nasional
AHY Bilang Jokowi Tak Tawarkan Kaesang ke Demokrat dan Parpol KIM

AHY Bilang Jokowi Tak Tawarkan Kaesang ke Demokrat dan Parpol KIM

Nasional
Anwar Usman Diputus Tak Langgar Kode Etik Soal Dugaan Sewa Pengacara untuk Lawan MK di PTUN

Anwar Usman Diputus Tak Langgar Kode Etik Soal Dugaan Sewa Pengacara untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Menakar Duet Anies-Andika jika Melawan Calon Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada Jakarta

Menakar Duet Anies-Andika jika Melawan Calon Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada Jakarta

Nasional
KPK Sebut Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Capai 6 Juta Paket

KPK Sebut Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Capai 6 Juta Paket

Nasional
AHY Sebut Penyusunan Kabinet Tak Terkait Dukungan Parpol KIM di Pilkada

AHY Sebut Penyusunan Kabinet Tak Terkait Dukungan Parpol KIM di Pilkada

Nasional
LPPA Aisyiyah: Dari Perspektif Perempuan, Praktik Tambang Cenderung Merusak Lingkungan

LPPA Aisyiyah: Dari Perspektif Perempuan, Praktik Tambang Cenderung Merusak Lingkungan

Nasional
KPK Siap Hadapi Argumen Karen Agustiawan yang Pernah Menang Kasasi Lawan Kejagung

KPK Siap Hadapi Argumen Karen Agustiawan yang Pernah Menang Kasasi Lawan Kejagung

Nasional
Survei Indikator Politik: Elektabilitas Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, dan Komeng Tertinggi di Jabar

Survei Indikator Politik: Elektabilitas Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi, dan Komeng Tertinggi di Jabar

Nasional
Lirik Sandiaga, PKB Sinyalkan Tak Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat

Lirik Sandiaga, PKB Sinyalkan Tak Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat

Nasional
Ketua KPU Bersyukur Dipecat, Mardani Singgung Proses Fit and Proper Test di DPR

Ketua KPU Bersyukur Dipecat, Mardani Singgung Proses Fit and Proper Test di DPR

Nasional
LHKP Muhammadiyah: Kalau Dilihat Dari Hasil Muktamar, Izin Tambang Ormas Mestinya Ditolak

LHKP Muhammadiyah: Kalau Dilihat Dari Hasil Muktamar, Izin Tambang Ormas Mestinya Ditolak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com