Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Perketat Pemekaran Daerah Baru

Kompas.com - 11/07/2015, 16:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri menerima 114 usulan pemekaran daerah otonom baru dari masyarakat dalam empat bulan terakhir. Jika ditambah 87 usulan daerah otonom dari DPR, kini ada 201 usulan pemekaran daerah otonom baru.

Kemendagri berjanji tidak akan memproses pemekaran daerah yang belum layak. Hal ini untuk mencegah daerah otonom baru yang gagal berkembang.

Saat ini Indonesia memiliki 34 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Berdasarkan kajian Kemendagri, 65 persen daerah otonom tersebut gagal berkembang.

"Pemekaran daerah bakal lebih ketat. Prosedur dan pendekatan berbeda digunakan. Jadi, saat satu daerah diputuskan boleh berdiri sendiri, daerah itu tidak boleh gagal berkembang," ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Sumarsono, Jumat (10/7), di Jakarta. Sumarsono berbicara dalam diskusi bertema "Otonomi Daerah" yang juga dihadiri peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi.

Kemendagri akan menganalisis lebih mendalam dimensi geografis atau kewilayahan, demografis atau kependudukan, dan sistem, seperti potensi fiskal daerah dan perekonomian daerah sebagai indikator potensi pemekaran daerah tersebut. Proses ini akan melibatkan sejumlah pakar yang, antara lain, terdiri dari ahli otonomi daerah dan ekonom.

Hal ini akan membuat hasil penilaian potensi pemekaran daerah menjadi lebih independen. "Kami yakin pakar tidak akan mengorbankan kepakarannya," kata Sumarsono.

Sebelum dimekarkan, calon daerah otonom baru harus menjadi daerah persiapan. Apabila selama tiga tahun berkembang dan layak mandiri, baru pemerintah menetapkannya sebagai daerah otonom baru. Apabila selama masa penilaian belum juga berkembang, diberikan perpanjangan waktu dua tahun lagi yang menentukan akan dimekarkan atau kembali ke daerah induk.

"Harus mengikuti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (tentang Pemerintahan Daerah). Artinya, semua usulan daerah otonom itu harus dikaji dulu. Kalau setelah dikaji, dilihat daerah-daerah itu layak berdiri sendiri, harus menjadi daerah persiapan dulu. Nanti setelah tiga tahun baru diputuskan bisa menjadi daerah otonom baru atau tidak. Pemerintah akan tegas soal hal ini," ucapnya.

Sampai saat ini, kata Sumarsono, belum ada satu usulan pun yang diteliti oleh pihaknya. Kemendagri masih menyelesaikan dua rancangan peraturan pemerintah sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagai acuan teknis pemekaran daerah.

Rancangan PP pertama terkait tata cara pemekaran yang akan menggantikan PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Adapun RPP kedua terkait desain besar penataan daerah.

Dalam PP desain penataan daerah itu nantinya akan dipetakan jumlah provinsi, kabupaten, dan kota yang ideal hingga tahun 2025. Proses ini sekaligus dengan melihat kemampuan daya dukung daerah tersebut jika dimekarkan.

"Kedua PP ini menjadi prioritas untuk diselesaikan oleh Kemendagri di antara 28 rancangan peraturan pemerintah yang diharuskan disusun sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Kami menargetkan kedua PP tersebut sudah bisa tuntas dalam waktu dua bulan ke depan," kata Sumarsono.

Upaya pemerintah memperkuat tata kelola pemekaran daerah otonom baru sangat strategis. Selama ini, elite politik lokal didukung anggota parlemen di Jakarta kerap mendorong pemekaran daerah otonom baru dengan alasan permintaan rakyat.

Bagi-bagi jabatan

Belakangan terungkap, sebagian daerah otonom baru hasil pemekaran ternyata sesungguhnya tidak layak berpisah dari daerah induk. Pemekaran daerah otonom baru hanya memicu kelahiran birokrasi gemuk yang kental dengan bagi-bagi jabatan dan menjalankan roda pemerintahan mengandalkan anggaran dari transfer pemerintah pusat.

Kristiadi mengatakan, pemerintah memang harus bersikap tegas menolak usulan daerah otonom baru jika daerah itu dinilai tidak layak berdiri sendiri. Jika ketegasan itu tidak ada, akan lebih banyak daerah otonom baru yang gagal berkembang.

"Pembentukan daerah otonom baru selama ini sarat proses transaksi. Kajian pemekaran sering kali menjiplak dari kajian pemekaran daerah lain. Ditambah lagi angka-angka indikator yang dipalsukan agar daerah itu terlihat memenuhi syarat untuk berdiri sendiri. Hal-hal ini harus menjadi pelajaran pemerintah supaya tidak terulang lagi dalam pemekaran daerah ke depan. Dengan demikian, daerah otonom baru yang terbentuk betul-betul bisa menyejahterakan rakyat, bukan justru gagal berkembang, membebani negara dan masyarakatnya," ucapnya. (APA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Juli 2015, di halaman 4 dengan judul "Kemendagri Perketat Pemekaran Daerah Baru".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengacara Keluarga Sebut Ada Sejumlah Kejanggalan Penanganan Kasus Afif Maulana

Pengacara Keluarga Sebut Ada Sejumlah Kejanggalan Penanganan Kasus Afif Maulana

Nasional
Karyawan Asal Kalimantan Barat Gugat UU Pilkada ke MK, Akui Mau Maju Jadi Calon Wakil Gubernur

Karyawan Asal Kalimantan Barat Gugat UU Pilkada ke MK, Akui Mau Maju Jadi Calon Wakil Gubernur

Nasional
PKB Condong Dukung Bobby Ketimbang Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut

PKB Condong Dukung Bobby Ketimbang Edy Rahmayadi di Pilkada Sumut

Nasional
Rekaman CCTV di Polsek Tempat Afif Dianiaya Sudah Hilang, Anggota DPR: Siber Mabes Polri Bisa Lakukan Upaya

Rekaman CCTV di Polsek Tempat Afif Dianiaya Sudah Hilang, Anggota DPR: Siber Mabes Polri Bisa Lakukan Upaya

Nasional
PKB Klaim Sandiaga Bersedia Jajaki Pilkada Jabar 2024

PKB Klaim Sandiaga Bersedia Jajaki Pilkada Jabar 2024

Nasional
Cara Pemadanan NIK menjadi NPWP

Cara Pemadanan NIK menjadi NPWP

Nasional
LBH Padang Sebut Pernyataan Polisi Berubah-ubah soal Kasus Afif Maulana

LBH Padang Sebut Pernyataan Polisi Berubah-ubah soal Kasus Afif Maulana

Nasional
DPR Desak Polri Ungkap Kebenaran Terkait Kasus Meninggalnya Afif Maulana

DPR Desak Polri Ungkap Kebenaran Terkait Kasus Meninggalnya Afif Maulana

Nasional
PKB Beri Dukungan ke Sejumlah Bakal Calon Kepala Daerah, Ada Petahana Jambi Al Haris dan Abdullah Sani

PKB Beri Dukungan ke Sejumlah Bakal Calon Kepala Daerah, Ada Petahana Jambi Al Haris dan Abdullah Sani

Nasional
PKB Lirik Sandiaga Uno untuk Maju Pilkada Jabar 2024

PKB Lirik Sandiaga Uno untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Kementerian KP Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Capai SDGs Poin 14

Kementerian KP Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Capai SDGs Poin 14

Nasional
Kejagung Sita 713 Ton Gula Kristal dan Uang Rp 200 Juta di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Kejagung Sita 713 Ton Gula Kristal dan Uang Rp 200 Juta di Kasus Korupsi Impor Gula PT SMIP

Nasional
Stranas PK Ungkap Kacaunya Pelabuhan Sebelum Dibenahi: Kapal Parkir Seminggu dan Rawan Korupsi

Stranas PK Ungkap Kacaunya Pelabuhan Sebelum Dibenahi: Kapal Parkir Seminggu dan Rawan Korupsi

Nasional
Temui Wapres, Nahdlatul Wathon Lapor Sedang Dirikan Kantor dan Pesantren di IKN

Temui Wapres, Nahdlatul Wathon Lapor Sedang Dirikan Kantor dan Pesantren di IKN

Nasional
Demokrat-Perindo Jajaki Koalisi untuk Pilkada 2024

Demokrat-Perindo Jajaki Koalisi untuk Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com