Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyelesaian Sengketa Pilkada Tetap di MK, Asal..

Kompas.com - 13/10/2013, 19:20 WIB
Deytri Robekka Aritonang

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa pihak menolak wacana pemindahan kewenangan penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) ke Mahkamah Agung (MA). Wewenang tersebut harus tetap jadi milik Mahkamah Konstitusi (MK) dengan beberapa catatan terkait reformasi MK.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaedi mengatakan, sistem penegakan hukum pemilu harus dibenahi. Artinya, kata dia, MK hanya sebatas menyelesaikan sengketa hasil pemilu saja.

Jadi, lanjutnya, pelanggaran yang timbul saat penyelenggaraan pemilu harus diselesaikan oleh Komisi Pemilihan umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Dilanjutkannya, jika MK terpaksa masuk pada wilayah pelanggaran, hal yang terungkap di MK haruslah pelanggaran yang mempengaruhi hasil pemilu. Yang terpenting, kata Veri, mekanisme pengawasan MK harus dievaluasi.

"Pengawasan harus jadi catatan tersendiri. Kewenangan harus tetap di MK, rapi ada catatan yang harus dievaluasi dan diletakkan pada kewenangan MK sendiri," katanya.

Hal serupa disampaikan Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho. Dia mengatakan, sistem penyelesaian sengketa pilkada harus diperbaiki. Dia menilai, selama ini, penyelenggara pemuli kerap bermain dalam penyelenggaraan pesta demokrasi.

Emerson mengatakan, penangkapan Ketua MK nonaktif Akil Mochtar harus menjadi momentum perbaikan lembaga itu. Menurutnya, Majelis Kehormatan Hakim MK harus dibuat permanen. Selain itu, katanya, metode rekrutmen hakim harus diganti.

Adapun, pengamat hukum tata negara Refly Harun mengatakan, sistem pengawasan MK harus dijalankan oleh lembaga yang terpisah dari MK. Menurutnya, metode rekrutmen hakim konstitusi juga harus diperbaiki.

Ia mengatakan, hakim MK jangan lagi dipilih presiden, DPR dan MA dengan metode penunjukan langsung. "Rekrutmen harus melewati panel ahli dan kekayaan calon hakim harus diumumkan, lalu masuk uji kapasitas," ujar Refly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com