JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menegaskan bahwa laporan sengketa proses ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) baru bisa dilayangkan sebagai upaya hukum lanjutan, seandainya pelapor tidak puas terhadap hasil penanganan sengketa proses pada pengadilan tingkat pertama, yakni di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hal ini disampaikan anggota KPU RI Idham Holik dalam menanggapi laporan PDI-P ke PTUN Jakarta terkait keputusan KPU yang dianggap melawan hukum karena menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka saat yang bersangkutan belum 40 tahun.
"Gugatan tersebut dapat diproses dalam persidangan di PTUN, jika Pasal 471 Ayat (1) dan (2) dalam UU Pemilu terpenuhi," kata Idham Holik kepada Kompas.com, Rabu (3/4/2024), mengutip Pasal 471 Ayat (2) UU Pemilu.
"Tetapi jika sebaliknya, dalam artian tidak ada putusan Bawaslu terkait sengketa proses pencalonan presiden dan wakil presiden, maka tidak memenuhi syarat untuk disidangkan," ujar dia.
Baca juga: KPU Anggap Aduan PDI-P ke PTUN Salah Alamat
Pasal 471 Ayat (2) UU Pemilu berbunyi "Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah dibacakan putusan Bawaslu".
UU Pemilu memang membuka ruang sengketa ke PTUN melalui Pasal 466, 470, dan 471, namun sengketa itu adalah sengketa proses, bukan sengketa hasil pemilu.
Sengketa proses itu meliputi peristiwa-peristiwa seperti tidak lolosnya partai politik atau kandidat tertentu menjadi peserta pemilu.
Oleh karena itu, permohonan PDI-P ke PTUN Jakarta untuk membatalkan hasil Pemilu 2024 yang terbit pada 20 Maret melalui Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 dianggap tidak tepat.
"Menurut UU Pemilu, penyelesaian perselisihan atas hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hanya di Mahkamah Konstitusi, bukan lembaga peradilan lainnya," kata Idham.
"Dalam merespon informasi gugatan terhadap hasil pemilu, KPU berpedoman pada UU Pemilu," kata dia.
Baca juga: Gugat KPU ke PTUN, PDI-P Dinilai Terus Cari Celah Gugurkan Keabsahan Gibran di Pilpres
Ia mengutip Pasal 473 Ayat (3) UU Pemilu yang mengatur bahwa sengketa hasil pilpres ditangani oleh MK. Tata beracaranya pun diatur dalam Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023.
Idham juga menegaskan, Indonesia adalah negara yang menganut demokrasi konstitusional.
"UUD 1945 telah menormakan hal tersebut di dalam Pasal 24C Ayat (1) yang berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undangundang terhadap UndangUndang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum'," tutur Idham.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.