JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyebut Kepala Rumah tahanan (Karutan) Cabang KPK nonaktif Achmad Fauzi mengetahui terjadi pungutan liar (Pungli) yang dilakukan anak buahnya terhadap para tahanan dan membiarkannya.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho menyampaikan pernyataan itu saat membacakan pertimbangan memberatkan dan meringankan dalam putusan sidang etik Fauzi, Rabu (27/3/2024) kemarin.
Dalam persidangan itu, Albertina mengungkapkan, pihaknya memang tidak menemukan transaksi pungli di rekening Achmad Fauzi.
Meski demikian, berdasarkan keterangan para saksi, Fauzi sempat mengadakan pertemuan dengan petugas Rutan dan mengetahui adanya praktik pungli.
Baca juga: Banyak Pegawai dari Luar Berkasus di KPK, Dewas Pertanyakan Proses Seleksi
Alih-alih memberhentikan perbuatan korupsi itu, Fauzi justru secara sengaja membiarkan dengan alasan tidak mau memotong “rezeki” para petugas yang telah melakukan pungli dari tahun-tahun sebelumnya.
“Justru yang dilakukan terperiksa sebagai Kepala Rutan dengan memaklumi keadaan tersebut dan tidak pernah melaporkan ke atasannya tentang pungutan liar di Rutan KPK,” kata Albertina.
Selain itu, Albertina juga menyatakan Ahmad tidak merasa menyesal dan berargumen skandal yang terjadi di Rutan KPK merupakan kelalaiannya selama menjabat sebagai Karutan KPK.
Baca juga: Dewas Ungkap Karutan KPK Achmad Fauzi Musnahkan HP Sitaan, Padahal Akan Dikloning
Albertina menambahkan, perbuatan Fauzi membiarkan praktik pungli di Rutan KPK juga membuat kepercayaan masyarakat ke KPK semakin merosot.
“Akibat perbuatan terperiksa kepercayaan publik kepada KPK semakin merosot,” ujar Albertina.
Dalam perkara ini, Dewas KPK menjatuhkan sanksi etik berat kepada Fauzi berupa permintaan maaf secara terbuka dan langsung.
“Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa permintaan maaf secara terbuka langsung,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Baca juga: Dewas Sebut Karutan KPK Tak Menyesal Terlibat Pungli
Sebagai informasi, kasus pungli di Rutan KPK pertama kali diungkap oleh Dewas.
Dugaan praktik korupsi itu sudah terjadi sejak sekitar 2018 hingga 2023.
KPK kemudian mengusut kasus itu dari tiga sisi yakni etik oleh Dewas, pidana oleh Kedeputian Penindakan dan Eksekusi, dan disiplin oleh Sekretariat Jenderal (Setjen).
Dalam perkara etiknya, Dewas telah menyidangkan 93 pegawai. Sebanyak 81 di antaranya dihukjm sanksi etik berat.