JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang sampai saat ini belum mengajukan hak angket terkait pelaksanaan Pemilu 2024 diduga karena masih berupaya menjalin hubungan baik dengan pemerintahan pasca Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi, sebenarnya saat ini PDI-P sudah tidak mempunyai beban buat mengajukan hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena pemilihan umum sudah selesai.
Akan tetapi, PDI-P yang tak kunjung menegaskan sikap soal hak angket juga menimbulkan tanda tanya.
"Ini pandangan saya, yang sedang dipikirkan oleh PDI Perjuangan adalah pemerintahan pasca Jokowi. Jadi sepertinya PDI Perjuangan masih mempertimbangkan untuk setidaknya membangun hubungan baik, untuk tidak mengatakan berkoalisi, dengan pemerintahan Prabowo," kata Burhanuddin dalam program Obrolan Newsroom di Kompas.com, Rabu (20/3/2024).
Baca juga: Anggota Fraksi PDI-P: Hak Angket Akan Meluncur, Tunggu Tanggal Mainnya
"Karena kalau dari elektoral dan dari sisi masa jabatan Pak Jokowi yang nyaris habis kan seharusnya tidak ada masalah dengan PDI Perjuangan untuk segera mengajukan hak angket," sambung Burhanuddin.
Bahkan menurut Burhanuddin, jika melihat perkembangan situasi seperti saat ini dia menduga PDI Perjuangan juga berhasrat buat bergabung dengan pemerintahan pasca kepemimpinan Presiden Jokowi.
"Jangan-jangan PDI Perjuangan juga sedang mempertimbangkan juga untuk bergabung dengan pemerintahan Pak Prabowo, karena harusnya kan enggak ada masalah, tapi kenapa lama sekali untuk proses hak angket ini," ucap Burhanuddin.
Selain itu, kata Burhanuddin, hubungan antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto selama ini baik-baik saja.
Baca juga: Tunggu Megawati, Adian: Hak Angket Itu Bukan Keputusan yang Diambil Tiba-tiba
Sebab keduanya kerap bekerja sama dalam sejumlah kontestasi politik seperti mendukung pasangan Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada pemilihan kepala daerah Jakarta pada 2012.
"Jadi jangan lupa Pak Prabowo itu mantan cawapresnya Ibu Mega di 2009, dan hubungan pak Prabowo dengan Ibu Mega itu bagus sekali," ujar Burhanuddin.
Berbeda dengan relasi Megawati dan Prabowo, Burhanuddin menganggap hubungan politik antara PDI-P dan Jokowi saat ini berada dalam titik terendah akibat persaingan politik dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Hubungan PDI Perjuangan dengan Presiden Jokowi sedang berada di titik nadir jadi menyulitkan secara komunikasi politik, tapi secara formal PDI Perjuangan masih menjadi bagian pemerintahan Pak Jokowi. Ini yang memberi semacam komplikasi tersendiri," kata Burhanuddin.
Baca juga: Adian Sebut Keputusan Pengguliran Hak Angket Tinggal Tunggu Perintah Megawati
Burhanuddin mengatakan, dampak perselisihan dengan Jokowi justru merugikan bagi PDI Perjuangan. Sebab meski perolehan suara PDI Perjuangan masih yang tertinggi pada 2024, tetapi persentasenya justru menurun dibanding pada Pemilu 2019.
"Artinya efek hubungan panas dingin PDI Perjuangan dengan Presiden Jokowi itu secara elektoral sudah dirasakan. PDI Perjuangan mengalami penurunan 3 persen kurang lebih dibanding perolehan 2019," ucap Burhanuddin.
Sebelumnya diberitakan, PDI-P memastikan akan mengajukan hak angket buat menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024