JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah sejumlah rumah tahanan (Rutan) guna mengusut dugaan korupsi pungutan liar (Pungli) yang dilakukan pegawai lembaga antirasuah.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, sejumlah rutan itu adalah Rutan di Gedung Merah Putih, gedung KPK lama atau Kavling C1, dan Pomdam Jaya Guntur.
Upaya paksa itu dilakukan tim penyidik pada Selasa (27/2/2024).
“Tim Penyidik telah selesai melaksanakan penggeledahan di 3 lokasi berbeda yang ada di lingkungan Rutan cabang KPK,” kata Ali kepada wartawan, Rabu (28/2/2024).
Baca juga: 78 Pegawai KPK yang Lakukan Pungli di Rutan Berbaris Minta Maaf
Ali mengungkapkan, dari operasi penggeledahan itu tim penyidik mengamankan sejumlah barang bukti berupa catatan beberapa aliran dana.
Selanjutnya, penyidik akan menganalisis dan melakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara para tersangka.
“Tim Penyidik menemukan dan mengamankan bukti antara lain berbagai dokumen catatan kaitan penerimaan sejumlah uang,” ujar Ali.
Ali mengatakan, tindakan ini merupakan bentuk komitmen KPK untuk segera mengusut dugaan pidana dalam kasus pungli di rutan.
Baca juga: DPRD DKI Siap Sanksi Pegawai yang Terlibat Pungli di Rutan KPK
Selain pidana, saat ini pihak Inspektorat KPK juga sedang mengusut dugaan pelanggaran disiplin para pegawai KPK yang terlibat pungli.
Inspektorat masih berproses memeriksa para pegawai yang jumlahnya mencapai 93 orang.
“Hal ini sebagaimana komitmen KPK, untuk menindaklanjuti setiap pelanggaran di internal lembaga, dan bentuk zero tolerance terhadap tindak pidana korupsi,” tutur Ali.
Kasus dugaan pungli di Rutan KPK ini diusut dari tiga sisi yakni, pidana, disiplin, dan etik.
Sebanyak 90 pegawai telah menjalani sidang etik di Dewas karena terlibat pungli di Rutan KPK.
Baca juga: Hengki Dalang Kasus Pungli di Rutan KPK Kini Bertugas di Sekretariat DPRD DKI
Mereka diduga uang dari para tahanan kasus korupsi dengan nilai mencapai Rp 20 juta untuk menyelundupkan handphone, Rp 200 ribu untuk mengecas handphone, dan uang tutup mata bulanan mencapai Rp 5 juta.
Dalam putusan sidang etik itu, Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat berupa permintaan maaf langsung secara terbuka. Dewas hanya bisa menjatuhkan sanksi moral karena pegawai KPK berstatus ASN.