JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih melakukan verifikasi dan klarifikasi laporan dugaan nepotisme eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman.
Laporan itu juga menyeret nama Presiden Joko Widodo serta dua putranya, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.
“Tentu proses verifikasi klarifikasi dan sebagainya akan dilakukan lebih dahulu nanti oleh tim pengaduan masyarakat di bawah kedeputian informasi data,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (9/11/2023).
Baca juga: Gibran Buka Suara Dilaporkan ke KPK soal Kolusi dan Nepotisme: Silakan
Ali mengatakan, laporan yang diajukan oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) itu saat ini masih diproses di bagian Pengaduan Masyarakat KPK.
Menurut dia, pihak Pengaduan Masyarakat pasti menjalin komunikasi dengan pihak pelapor sesuai standard operating procedure yang berlaku.
“Siapa pun yang melapor ke KPK atas dugaan tipikor pasti tindak lanjutnya ada dari KPK untuk koordinasi dan komunikasi lebih lanjut dengan pihak pelapor,” kata Ali.
Menurut dia, laporan yang diterima pihak Pengaduan Masyarakat diverifikasi hingga ditelaah untuk memastikan informasi yang diadukan memuat dugaan peristiwa pidana.
Selanjutnya, peristiwa pidana tersebut dianalisis lebih lanjut apakah akan masuk dalam wewenang KPK.
Namun, kata Ali, dalam aduan yang menyeret Anwar Usman, Jokowi, Gibran, dan Kaesang, pelapor mengadukan mereka atas dugaan nepotisme.
Baca juga: Dua Putra Jokowi Dilaporkan ke KPK, Pelapor Dilaporkan Balik, Apa Masalahnya?
Menurut Ali, persoalan itu membutuhkan diskusi panjang karena undang-undang materiil di KPK mengacu pada Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“(Ada) 30 tipologi korupsi, apakah termasuk ada nepotisme? Misalnya seperti itu. Ini diskusi panjang,” ujar Ali.
Ia membenarkan keberadaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Namun, pertanyaannya adalah apakah secara materiil undang-undang itu dilaksanakan oleh KPK atau masuk dalam pidana umum.
Adapun korupsi yang ditangani KPK masuk dalam pidana khusus.
Juru bicara berlatar belakang jaksa itu menyebut, diskusi semacam ini biasa terjadi, termasuk yang menjadi topik pembahasan adalah apakah pelanggaran terhadap Undang-Undang KPK apakah pidana umum atau khusus.