JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kota Tanjungpinang, Den Yealta diduga membuat negara rugi Rp 296,2 miliar.
Kerugian itu timbul karena Den diduga menggelembungkan kuota rokok dari jumlah kuota rokok yang seharusnya.
“Akibat perbuatan tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 296,2 miliar,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta, Jumat (11/8/2023).
Baca juga: KPK Tahan Mantan Kepala BP Kawasan Perdagangan Bebas Tanjungpinang yang Gelembungkan Kuota Rokok
Asep mengatakan, Den diangkat menjadi Kepala Badan Pengusahaan kawasan perdagangan bebas itu pada 23 Agustus 2013.
Selama menjabat, Den diduga menggelembungkan kuota rokok dengan menerbitkan 75 surat keputusan (SK) terkait kuota rokok.
Pada Desember 2015, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai mengirim surat terkait evaluasi penetapan barang kena cukai (BKC) ke kawasan perdagangan bebas.
Di antara isi surat itu adalah teguran kepada BP Bintan dan BP Tanjungpinang tahun 2015.
Baca juga: KPK Duga Andhi Pramono Punya Bisnis Kursus dengan Rektor Universitas Bandar Lampung
Kuota tersebut seharusnya hanya 51,9 juta batang. Namun, Den menerbitkan SK kuota rokok dengan jumlah 359,4 juta batang.
“Kalkulasi selisih sebesar 693 persen,” ujar Den.
Menurut Asep, berbagai perusahaan produsen dan distributor rokok itu diuntungkan. Sebab, mereka tak membayar cukai dan pajak atas jumlah yang melebihi kuota.
Dalam mengatur besaran kuota rokok di Tanjungpinang itu, Den tidak menggunakan perhitungan dan penentuan sebagaimana mestinya.
Ia diduga secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi.
Baca juga: KPK Dalami Kemungkinan Paulus Tannos Ganti Nama Dibantu Orang Lain
“Di antaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang,” ujarnya.
KPK juga menduga Den tidak melibatkan stafnya dalam menyusun aturan perhitungan kuota rokok, sehingga hasil perhitungannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Den juga diduga mendapatkan jatah titipan kuota rokok dengan penetapan kuota untuk beberapa perusahaan pabrik rokok.
Tindakan ini dilakukan lebih dari satu kali dalam satu tahun anggaran.
“Atas tindakannya tersebut, Den menerima uang dari beberapa perusahaan rokok dengan besaran sejumlah sekitar Rp 4,4 miliar,” kata Asep.
Baca juga: KPK Sebut Kabasarnas Akui Terima Suap dari Swasta Terkait Pengadaan Barang
Karena perbuatannya, Den disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.