JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan jenis-jenis perundungan di lingkungan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau dokter residen.
Para dokter residen kerap dijadikan asisten atau pembantu pribadi dokter senior. Tugasnya jauh dari materi pendidikan calon dokter spesialis yang harusnya diterima.
"Saya bisa sebutkan contoh yang saya sering dengar. Nomor satu adalah kelompok di mana peserta didik ini digunakan sebagai asisten, sekretaris, sebagai pembantu pribadi. Suruh nganterin laundry, bayar laundry, nganterin anak, ngurusin parkir. Jadi asisten pribadi," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2023).
Baca juga: Mulai Hari Ini, Kemenkes Sediakan Hotline Laporan Perundungan untuk Calon Dokter Spesialis
Laporan lain yang ia terima, banyak dokter residen yang diminta membuatkan tugas para dokter senior, meliputi tugas menulis jurnal dan membuat penelitian.
Hal ini membuat para junior tidak mendapatkan hak yang semestinya untuk belajar.
"Akibatnya kasihan juniornya. Dia harusnya belajar untuk memperdalam spesialisasi yang diinginkan. Kemudian suruh ngerjain sebagai asisten pribadi buat tugas untuk seniornya, yang tidak ada hubungannya dengan spesialisasinya," papar Budi.
Tak hanya itu, ia juga mengaku menerima laporan soal dokter residen diminta mengumpulkan uang bernilai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Uang tersebut akan dipakai untuk keperluan senior yang bermacam-macam, misalnya membayar rumah kontrakan untuk dokter senior berkumpul, dengan nilai mencapai Rp 50 juta per tahun.
Baca juga: Kemenkes Targetkan Aturan Turunan UU Kesehatan Selesai September 2023
Ada pula yang meminta dokter residen membelikan makanan untuk para dokter senior.
"Praktik suka sampai malam, sama rumah sakit dikasih makan malam. Makan malamnya enggak enak, kita maunya makanan Jepang. Jadi tiap malam mesti keluarkan Rp 5 juta-Rp 10 juta untuk seluruhnya kasih makan-makanan Jepang," ucap Budi.
"Atau misalnya, seminggu sekali mau pertandingan bola, suruh sewain lapangannya. Kemudian sewain sepatunya. Junior mesti mengeluarkan uang mengumpulkan untuk itu," ujar dia.
Oleh karena itu, Budi ingin memutus praktik perundungan yang telah mengakar kuat dan berjalan puluhan tahun tersebut.
Baca juga: Komisi IX Minta Organisasi Profesi Jangan Sebar Hoaks karena Kepentingannya Tak Ada di UU Kesehatan
Sejauh ini, Kemenkes telah mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 1512 Tahun 2023 terkait hal tersebut.
Kemenkes juga menyediakan sarana pelaporan atau hotline jika calon dokter spesialis atau dokter residen menerima perundungan dari dokter senior.
Tercatat, ada dua sarana pelaporan, yaitu melalui situs web https://perundungan.kemkes.go.id/ dan melalui nomor telepon 081299799777.
"Ini yang kita ingin putuskan praktik perundungan yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun. Ini saya rasa kita harus membangun pendidikan yang aman, nyaman, dan kondusif," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.