JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan pembelaan terkait pasal-pasal kontroversi di dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru saja disahkan, pada Selasa (11/7/2023) siang.
Pasal-pasal kontroversi itu meliputi dihapusnya anggaran wajib minimal (mandatory spending) di bidang kesehatan, jalan mulus tenaga kesehatan (nakes) asing berpraktik di Indonesia, serta Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup.
Baca juga: Demokrat Tolak RUU Kesehatan, AHY Ungkit Juga Pernah Tolak UU Cipta Kerja
Pembelaan ini disampaikan Budi usai menghadiri rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa. Diketahui, Budi sempat menyampaikan pendapat akhir pemerintah dalam rapat paripurna tersebut.
Besaran anggaran wajib minimal dihapus dalam UU Kesehatan. Sebelumnya, besaran yang berlaku dalam UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah 5 persen.
Besarannya lantas menjadi 10 persen di tengah-tengah pembahasan RUU. Namun dalam omnibus law UU Kesehatan final yang baru saja disahkan, anggaran wajib minimal tersebut dihapus.
Pemerintah beralasan, agar alokasi anggaran wajib bidang Kesehatan bukan berdasarkan pada besarnya alokasi, tetapi berdasarkan komitmen belanja anggaran pemerintah. Dengan demikian, program strategis tertentu di sektor kesehatan bisa berjalan maksimal.
Budi mengatakan, besaran anggaran Kesehatan tidak menentukan kualitas dari keluaran (outcome) atau hasil yang dicapai. Hal ini tecermin dari alokasi anggaran kesehatan yang timpang di berbagai negara.
Baca juga: Menkes Bantah UU Kesehatan Muluskan Praktik Dokter Asing di Indonesia
Ia lantas menyebut besaran pengeluaran beberapa negara di bidang kesehatan, disandingkan dengan rata-rata usia harapan hidup warganya. Di Amerika Serikat (AS), pengeluaran kesehatannya mencapai 12.000 dollar AS per kapita per tahun dengan rerata usia harapan hidup mencapai 80 tahun.
Namun di Kuba dan negara lainnya, pengeluaran di bidang kesehatan lebih kecil dengan usia harapan hidup yang sama. Negara itu hanya mengeluarkan belanja negara di bidang kesehatan sebesar 1.900 dollar AS per kapita per tahun, dengan usia harapan hidup mencapai 80 tahun.
Di Jepang dengan pengeluaran sekitar 4.800 dollar per kapita per tahun dengan usia harapan hidup 80 tahun, Korea Selatan 3.600 dollar AS per kapita per tahun dengan usia harapan hidup 84 tahun, dan Singapura 2.600 dollar AS per kapita dengan rata-rata usia harapan hidup mencapai 84 tahun.
"Kita mempelajari di seluruh dunia mengenai spending kesehatan. Besarnya spending tidak menentukan kualitas dari outcome," kata Budi, Selasa
Indonesia, kata dia, akan membutuhkan dana luar biasa besar jika anggaran wajib minimal dipatok. Untuk menyamai AS dengan pengeluaran 12.000 dollar AS per kapita per tahun misalnya, Indonesia perlu menambah pengeluaran hingga 11.000 dollar AS dikali sekitar 270 juta penduduk.
Baca juga: Demokrat Tolak UU Kesehatan, Singgung Penghapusan Mandatory Spending di Pemerintahan SBY
Totalnya mencapai puluhan triliun dollar AS, setara dengan 20-30 kali lipat Produk Domestik Bruto (PDB) RI. Dia tidak ingin Indonesia meniru negara lain yang sudah membuang uang atau anggaran terlalu banyak di bidang kesehatan, namun hasilnya tidak bagus.
Terkait nakes asing yang berpraktik di Indonesia, Budi membantah pemerintah akan memberikan jalan mulus kepada mereka.
Pemerintah mengeklaim, izin praktik itu hanya bakal diberikan terbatas di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ataupun rumah sakit swasta tempat investor negaranya menanam saham.