Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sinyal Bahaya Revisi UU Desa: Ancaman Korupsi hingga Transaksi Politik

Kompas.com - 07/07/2023, 18:32 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bakal direvisi. Rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyepakati draf aturan tersebut menjadi rancangan undang-undang (RUU).

Selanjutnya, draf aturan ini akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk dimintakan persetujuan sebagai RUU usulan inisiatif DPR.

Sedianya, revisi UU Desa tak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR 2023. Namun, legislator menargetkan revisi UU tersebut rampung sebelum Desember tahun ini.

"Kalau teman-teman ini kan ingin menargetkan sebelum Desember, sebelum padat-padatnya itu sudah selesai. Insya Allah itu bisa tercapai," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat audiensi dengan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (5/7/2023).

Baca juga: Revisi UU Desa Dikebut DPR: Didukung Pemerintah Desa, tapi Dikritik LSM

Ada 19 poin perubahan dalam revisi UU Desa yang belakangan menuai pro dan kontra.

Misalnya, dalam revisi UU Desa, akan dilakukan penambahan hak kepala desa (kades) untuk menerima penghasilan tetap setiap bulan, serta tunjangan dan penerimaan lainnya yang sah. Kades juga akan mendapatkan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan, serta mendapatkan tunjangan purnatugas satu kali di akhir masa jabatan.

Aturan kontroversial lainnya, masa jabatan kepala desa ditambah dari 6 tahun menjadi 9 tahun, paling banyak dua kali masa jabatan secara berturut turut atau tidak secara berturut turut.

DPR juga berencana menambah dana desa dari Rp 1 miliar per tahun untuk setiap desa, menjadi Rp 2 miliar.

Rancangan aturan ini mendapat sorotan tajam dari sejumlah pihak, salah satunya pakar otonomi daerah (otda) Djohermansyah Djohan. Dia menilai, revisi UU Desa rawan menimbulkan penyalahgunaan dan sarat transaksi politik.

Baca juga: Apdesi Serahkan 13 Poin Aspirasi Revisi UU Desa ke DPR, Apa Saja?

Lampaui rezim Soeharto

Djohan menyebut, masa jabatan kepala desa 9 tahun melampaui lama masa jabatan kades pada rezim Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.

“Di zaman Pak Harto itu masa jabatan kepala desa satu periode itu 8 tahun,” kata Djohan kepada Kompas.com, Rabu (5/7/2023).

Pada era Orde Baru, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa mengatur masa jabatan kepala desa 8 tahun dalam satu periode dan selanjutnya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya. Artinya, pada masa itu, kepala desa paling lama menjabat 16 tahun.

“Itu saja pemerintahan sangat otoriter, sangat sentralistik, militeristik, serba terpusat, dan terjadi penyeragaman seluruh desa di Indonesia,” ujar Djohan.

Menurut Djohan, rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun bertentangan dengan prinsip-prinsip negara demokrasi.
Baca juga: Tak Masuk Akalnya Kenaikan Dana Desa 20 Persen di Tengah Lemahnya Pengawasan

Seharusnya, sebagai negara demokratis, masa jabatan para pemimpin, termasuk di level daerah, dibatasi agar tak terlalu lama. Apalagi, saat ini Indonesia sudah memasuki era Reformasi.

Namun, faktanya, ketika mayoritas pemimpin seperti presiden dan wakil presiden, bupati, dan wali kota masa jabatannya di kisaran 5 tahun, kepala desa yang lingkup kerjanya lebih sederhana justru dapat menjabat hingga 9 tahun.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Harkitnas 2024, Jokowi: Mari Bersama Bangkitkan Nasionalisme

Nasional
Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Revisi UU Penyiaran: Demokrasi di Ujung Tanduk

Nasional
Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas 'Montblanc' Isi Uang Tunai dan Sepeda 'Yeti'

Gugat KPK, Sekjen DPR Protes Penyitaan Tas "Montblanc" Isi Uang Tunai dan Sepeda "Yeti"

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Bongkar Dugaan Pemerasan SYL, KPK Hadirkan Dirjen Perkebunan Kementan Jadi Saksi

Nasional
Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Tiga Menteri Koordinasi untuk Tindak Gim Daring Mengandung Kekerasan

Nasional
Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Gugat KPK, Indra Iskandar Persoalkan Status Tersangka Korupsi Pengadaan Kelengkapan Rumah Jabatan DPR

Nasional
Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Momen Presiden Jokowi Jamu Santap Malam dengan Delegasi KTT WWF Ke-10 di GWK

Nasional
Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Sudah Diingatkan Malu kalau Kalah, Anies Tetap Pertimbangkan Serius Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Kejanggalan Kematian Prajurit Marinir Lettu Eko Ketika Bertugas di Papua...

Nasional
Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Nasional
Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Saat Anies 'Dipalak' Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Saat Anies "Dipalak" Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Nasional
Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Anies Kini Blak-blakan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Nasional
Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Nasional
Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Kepada Warga Jakarta, Anies: Rindu Saya, Enggak? Saya Juga Kangen, Pengin Balik ke Sini...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com