JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai, hubungan Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menjadi rumit karena berbeda pilihan politik.
Surya Paloh sejak Oktober 2022 lalu memutuskan untuk mendukung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) Pemilu 2024.
Sementara, Jokowi tak mungkin mendukung Anies yang notabene dicitrakan sebagai sosok oposisi.
“Jokowi punya pilihan sendiri selain Anies, sedangkan Surya Paloh sudah mengusung Anies. Ini yang tidak ketemu, ini yang membuat hubungan mereka menjadi rumit dan kusut,” kata Ujang kepada Kompas.com, Selasa (9/5/2023).
Baca juga: Jokowi Disebut Terus Buka Ruang Dialog dengan Nasdem, Hasto Singgung Pertemuan Luhut-Surya Paloh
Ujang menduga, Jokowi naik pitam karena Nasdem mendeklarasikan Anies sebagai capres.
Ditambah lagi, untuk mengusung Anies, Nasdem berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dua partai yang menjadi oposisi sejak periode pertama kepimpinan Jokowi.
Manuver-manuver Surya Paloh itu dilakukan ketika Nasdem masih menjadi bagian dari pemerintah pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin.
Berangkat dari situ, hubungan Jokowi dan Surya Paloh renggang. Akibatnya, belakangan Jokowi terlihat menyingkirkan Surya Paloh untuk urusan agenda politik ke depan.
Baca juga: Tak Ada Nama Anies di Bursa Capres Versi Musra Relawan Jokowi
“Selama kepentingan itu berbeda, selama kepentingan tidak ketemu, maka hubungan mereka akan renggang, akan terbelah, akan terpecah dan terbukti saat ini,” ujar Ujang.
“Ketika Pak Jokowi mengundang lima ketua umum parpol, Surya Paloh tidak diundang. Lalu terakhir kemarin bertemu di Istana Negara, enam partai koalisi yang sejatinya sebenarnya Nasdem itu masih menjadi koalisi Jokowi, tapi tidak diundang karena dianggap sudah berkoalisi dengan pihak oposisi,” tuturnya.
Terlepas dari itu, menurut Ujang, Jokowi dan Surya Paloh seharusnya berjiwa negarawan. Keduanya diharapkan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara ketimbang ribut-ribut soal politik.
Ujang mengatakan, pembentukan koalisi politik seharusnya berlandaskan hajat hidup masyarakat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok.
Namun demikian, dilihat dari dinamika terkini, baik Jokowi maupun Surya Paloh sama-sama tampak mengutamakan kepentingan kelompok, sehingga muncul ribut-ribut soal pecah hubungan kedua tokoh.
“Mohon maaf, saya mengatakannya ini kan masih sifatnya kepentingan pribadi dan partai. Pak Surya punya kepentingan pribadi dan partainya langsung, Pak Jokowi juga punya kepentingan pribadi untuk mengusung yang lain,” kata Ujang.
“Ini yang tidak ada kata kesepakatan, tidak ada kata titik temu, sehingga hubungan itu tidak bagus dan tidak baik-baik saja,” lanjutnya.
Baca juga: Netralitas Jokowi Dipersoalkan, Dituding Paloh-JK, Dibela PDI-P hingga Relawan