Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Ditunda, Sidang Tuntutan Eks Ketua Dewan Pembina ACT Novariyadi Imam Digelar Hari Ini

Kompas.com - 31/01/2023, 07:32 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan bakal membacakan surat tuntutan terhadap mantan Ketua Dewan Pembina Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Novariyadi Imam Akbari, Selasa (31/1/2023).

Sidang tuntutan ini sedianya digelar pada Selasa (24/1/2023) lalu, namun ditunda lantaran JPU belum siap membacakan surat tuntutan tersebut.

Novariyadi Imam merupakan satu dari empat terdakwa kasus penggelapan dana bantuan sosial untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.

Baca juga: Gelapkan Dana Korban Lion Air, Eks Petinggi ACT Hariyana Hermain Divonis 3 Tahun Penjara

Ia didakwa menggelapkan dana dari Boeing bersama pendiri sekaligus mantan Presiden ACT, Ahyudin; eks Presiden ACT periode 2019-2022, Ibnu Khajar; dan eks Senior Vice President Operational ACT, Hariyana Hermain.

"Betul agenda sidang tuntutan," ujar tim penasihat hukum Novariyadi Imam, Virza Roy kepada Kompas.com, Senin (30/1/2023).

Terkait kasus ini, Virza Roy menilai, kliennya sama sekali tidak terlibat penggelapan dana dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) sebagaimana yang dituduhkan jaksa.

Hal itu, kata dia, juga telah dibuktikan dari keterangan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa dalam proses persidangan yang telah berjalan.

Baca juga: Eks Presiden ACT Ibnu Khajar Divonis 3 Tahun, Lebih Ringan dari Ahyudin

"Terbukti di persidangan bahwa Pak Imam tidak terlibat sama sekali sejak awal pengajuan proposal BCIF Boeing, pencairan, maupun penggunaan dana Boeing," kata Virza Roy.

Menurut tim penasihat hukum, tuduhan keterlibatan Novariyadi Imam hanya sebatas menandatangani suatu dokumen yang berbentuk aplikasi sistem pada internal Yayasan ACT.

"Penandatanganan tersebut dilakukan jauh hari setelah pencairan dana, dan hanya bersifat administratif untuk pengumpulan dokumen-dokumen laporan audit," ujar Virza Roy.

Oleh sebab itu, tim penasihat hukum Novariyadi Imam berharap Jaksa menuntut terdakwa dengan tuntutan paling rendah. Pasalnya, eks petinggi ACT itu diklaim tidak mengetahui sama sekali adanya penggelapan dana yang disebutkan oleh jaksa.

Baca juga: Kasus Penggelapan Dana Boeing, Eks Presiden ACT Ibnu Khajar Divonis 3 Tahun Penjara

"Maka, sudah seharusnya Pak Imam dituntut serendah mungkin," kata Virza Roy.

Dalam dakwaan jaksa disebutkan bahwa Yayasan ACT telah menggunakan dana bantuan dari BCIF senilai Rp 117 miliar.

Menurut Jaksa, Yayasan ACT telah menerima dana dari BCIF untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air sebesar Rp 138.546.388.500.

Akan tetapi, dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air itu hanya diimplementasikan sebesar Rp 20.563.857.503.

Dana BCIF tersebut, kata jaksa, telah digunakan oleh para terdakwa tidak sesuai dengan implementasi dari Boeing.

Baca juga: Pendiri ACT Ahyudin Divonis 3,5 Tahun Penjara, Hakim: Perbuatannya Meresahkan Masyarakat

Sebab, dana itu digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam protokol BCIF.

Atas perbuatannya, Novariyadi Imam didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, tiga terdakwa lain dalam kasus ini, Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Hariyana Hermain telah divonis atas kasus ini pada Selasa (24/1/2023). Ahyudin divonis 3 tahun 6 bulan penjara. Sementara Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain sama-sama divonis 3 tahun penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com