Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Urgensi Mengeliminasi Ancaman Bom Bunuh Diri hingga ke Akarnya

Kompas.com - 12/12/2022, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KANTOR Polsek Astana Anyar, Bandung, dikejutkan ledakan bom bunuh diri pada Rabu pagi, 7 Desember 2022.

Selain pelaku, seorang polisi bernama Aipda Sofyan juga ikut menjadi korban tewas dalam peristiwa tersebut.

Menurut Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, pelaku bernama Agus Sujatno alias Abu Muslim. Agus menggunakan motor berwarna biru dan memaksa masuk ke area Polsek saat sejumlah polisi sedang melakukan apel pagi.

Selain itu, Listyo juga mengatakan bahwa pelaku adalah seorang mantan narapidana terorisme. Ia pernah ditangkap dalam peristiwa bom panci yang terjadi di Cicendo, Bandung, pada 2017.

Saat kejadian sebelumnya di Cicendo itu pelaku menggunakan bom panci di Taman Pandawa, Cicendo, Kota Bandung. Namun, masih menurut Listyo, pelaku bom Polsek Astana Anyar itu kemudian dibebaskan pada September atau Oktober 2021.

Dan yang tidak kalah penting, Agus Sujatno alias Abu Muslim juga disebut terafiliasi dengan kelompok Jamaah Anshorut Daulah atau JAD Bandung dan JAD Jawa Barat.

Dengan profil demikian, sangat bisa dipahami mengapa kemudian pelaku memutuskan untuk melakukan bom bunuh diri. Latar belakangnya terbukti memang penuh dengan atribut terorisme.

Artinya, pelaku sejatinya adalah salah satu manusia Indonesia yang berpotensi menjadi pelaku bom (bunuh diri) setelah tidak lagi di penjara, terlepas apakah proses deradikalisasi berjalan dengan baik atau tidak selama ia berada di penjara.

Tapi lagi-lagi urusan aksi terorisme memang tak semudah itu. Deteksi aksi teroris memang tidak sekadar memonitor dan memantau rentetan catatan dan track record seseorang yang pernah tersangkut kasus terorisme, apalagi jika itu terkait bom bunuh diri.

"Even the Soviet Union, with its huge nuclear arsenal, was a threat that could be deterred by the prospect of retaliation. But suicide bombers cannot be deterred. They can only be annihilated, preemptively and unilaterally, if necessary", kata Thomas Sowell alumni Universitas Harvard yang juga penulis.

Dengan kata lain, bom bunuh diri memang sulit dicegah, sebagaimana dikatakan Sowell. Karena tak ada yang benar-benar mengetahui kapan seseorang berniat mengubah dirinya menjadi bom yang akan mengancam keselamatan orang banyak.

Semua proses transformasi tersebut berlangsung secara terselubung, jauh di luar radar publik dan radar otoritas.

Orang yang terlihat sangat "normal" sekalipun bahkan berpeluang menyimpan "imajinasi liar bom bunuh diri" di kepalanya, jika imajinasi tersebut ditempa dan dipupuk secara terus menerus, lalu ditoleransi oleh lingkungannya, tanpa intervensi "counter conviction" sebagai penetralisasinya.

"The suicide bomber's imagination leads him to believe in a brilliant act of heroism, when in fact he is simply blowing himself up pointlessly and taking other people's lives," tulis Salman Rushdie.

Jadi selama masih ada yang menyakini bahwa mengorbankan nyawa sendiri adalah sebuah aksi heroik untuk mengekspresikan perjuangan mereka, maka selama itu pula aksi bom bunuh diri akan tetap bersama kita.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com