Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghina Pemerintah dan Lembaga Negara Tak Melulu Langsung Dipenjara

Kompas.com - 03/12/2022, 19:19 WIB
Tatang Guritno,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara tim sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Albert Aries mengatakan pelaku tindak pidana penghinaan tak melulu dihukum dengan pidana penjara.

Ia menyatakan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tak ingin pasal penghinaan pada pemerintah dan lembaga negara dianggap sebagai tindakan represif negara pada warganya.

“Salah satu keunggulan RKUHP adanya pengaturan alternatif sanksi pidana selain dari pidana penjara, misalnya pidana denda,” ujar Albert kepada Kompas.com, Sabtu (3/12/2022).

Baca juga: Draft Akhir RKUHP: Hina Pemerintah hingga DPR Bisa Dipidana 1,5 Tahun

Dalam draft terbaru RKUHP tertanggal 30 November 2022, penghinaan pada pemerintah dan lembaga negara diatur dalam Pasal 270.

Dalam draft dijelaskan yang dimaksud pemerintah adalah presiden yang dibantu wakil presiden dan para menteri.

Sedangkan lembaga negara adalah MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Albert menjelaskan meski ada ancaman pidana penjara 1 tahun 6 bulan, tapi pemerintah juga memberikan alternatif denda kategori II atau maksimal Rp 10 juta.

Baca juga: Draft RKUHP Terbaru: Hina Presiden, Wapres, dan Menteri di Muka Umum Bisa Dipidana 1,5 Tahun

“Jadi tidak benar jika dikatakan bahwa orang yang melakukan penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara serta merta dipidana 1,5 tahun,” paparnya.

Ia pun menyampaikan Kemenkumham berupaya untuk menutup ruang tindakan represif yang dilakukan pemerintah atau lembaga negara pada masyarakat.

Sebab Pasal 240 draft RKUHP merujuk pada Pasal 270 KUHP yang saat ini berlaku.

Aturan itu, lanjut dia, bersifat konstitusional dan tak pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: Pemerintah Hapus Pasal Penghinaan Kekuasaan Umum di RKUHP

Namun, dalam draft RKUHP terbaru, pasal penghinaan dijadikan delik aduan dengan ketentuan hanya pimpinan pemerintah atau lembaga negara yang bisa mengajukan tuntutan.

“Hal ini penting untuk memastikan bahwa tidak semua pejabat dan staf dari lembaga negara dimaksud berhak untuk membuat pengaduan,” ungkapnya.

Terakhir ia menegaskan draft RKUHP terbaru juga memberikan penjelasan tentang perbedaan penghinaan dan kritik.

Pemerintah pun memastikan bahwa kritik tidak dipidana karena merupakan bagian hak berekspresi dan berdemokrasi masyarakat.

Baca juga: Minta Frasa Penghinaan Pemerintah di RKUHP Dibatasi, Johan Budi: Agar Tak Ditafsirkan Semaunya Pemerintah

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com