Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KSP Sebut Pasal Penghinaan Presiden Delik Aduan, Relawan Tak Bisa Laporkan

Kompas.com - 10/09/2022, 00:55 WIB
Syakirun Ni'am,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan, pasal penghinaan presiden di dalam draf Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan delik aduan.

Karena itu, dugaan pidana penghinaan tersebut tidak bisa dilaporkan oleh relawan, melainkan harus oleh presiden.

“Di dalam RKUHP sekarang dibuat delik aduan dan hanya presiden yang dapat mengadukan. Tidak bisa relawannya kemudian mengadukan,” kata Ruhaini dalam media gathering di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Jumat (9/9/2022).

Baca juga: Pro dan Kontra di DPR soal Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP

Menurut Ruhaini, keputusan membuat pasal penghinaan presiden sebagai delik aduan merupakan jalan tengah mengingat terdapat sejumlah kelompok yang menolak pasal tersebut.

Menurutnya, sejumlah kritik itu menyebutkan referensi negara lain yang menghapus pasal penghinaan presiden. Namun, kata dia, saat ini baru tiga negara yang menghapus ketentuan mengenai penghinaan terhadap presiden.

“Tapi harus diingat sekarang itu yang telah menghapus tentang penghinaan kepala negara itu baru tiga, Amerika, Inggris, sama Prancis,” kata Ruhaini.

Baca juga: ICJR: 2020 Masih Punya Pasal Penghinaan Presiden, Malu Sama Soekarno...

Sementara, sejumlah negara seperti Belgia dan Jerman masih menetapkan ketentuan pasal penghinaan presiden.

Guru Besar bidang HAM dan Gender Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga itu mengatakan, di Indonesia presiden bukan hanya kepala pemerintahan. Karena Indonesia menerapkan sistem presidensial, maka presiden juga menjadi simbol negara.

Karena itulah pemerintah memilih pasal penghinaan presiden menjadi delik aduan, sebagai bentuk jalan tengah dengan pihak yang menolak ketentuan ini. 

“Inilah yang kemudian ditengahi. Kalau dulu kan bisa langsung ditangkap ya karena itu dianggap delik biasa,” ujar Ruhaini.

 

Sebelumnya, sejumlah aktivis dan mahasiswa mengkritik keberadaan pasal penghinaan presiden di dalam draf RKUHP.

Anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Citra Referendum dari LBH Jakarta dan adam Putra Firdaus dari BEM Fakultas Hukum Universitas Indonesia misalnya, menyampaikan protes secara langsung di acara sosialisasi perdana RKUHP.

Sosialisasi itu digelar Kemenkumham, Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di sebuah hotel di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, 23 Agustus lalu.

Mereka mengkritik sejumlah pasal yang dianggap bermasalah, termasuk penghinaan presiden. Citra dan Adam juga memprotes konsep sosialisasi yang dinilai berjalan satu arah.

"Sosialisasi bukan partisipasi. Pak, sosialisasi bukan partisipasi, Pak!” teriak Citra di dekat panggung sembari mengangkat pamflet berisi kalimat protes, Selasa (23/8/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
 Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

Nasional
PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

Nasional
PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

Nasional
Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

Nasional
Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

Nasional
Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com