Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Frasa Penghinaan Pemerintah di RKUHP Dibatasi, Johan Budi: Agar Tak Ditafsirkan Semaunya Pemerintah

Kompas.com - 24/11/2022, 19:15 WIB
Tatang Guritno,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Johan Budi meminta agar frasa penghinaan pada pemerintah di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dibatasi.

Sebab dalam draf RKUHP tertanggal 24 November 2022, tidak ada pembatasan yang jelas soal penghinaan tersebut.

“Apa yang dimaksud dengan penghinaan pemerintah itu, kata-kata itu harus ditambah dalam penjelasan supaya tidak multitafsir,” ujar Johan Budi dalam rapat kerja bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/11/2022).

“Siapapun yang berkuasa nanti, dia tidak akan menafsirkan sesuai apa yang menjadi kemauan pemerintah,” katanya lagi.

Baca juga: Draft RKUHP Terbaru: Hina Presiden, Wapres, dan Menteri di Muka Umum Bisa Dipidana 1,5 Tahun

Johan Budi khawatir jika tak dibatasi, Pasal 240 terkait penghinaan pemerintah bisa dipakai oleh penguasa untuk mengkriminalisasi pihak-pihak yang tak sepaham.

“Kalau yang mengkritik itu pendukungnya enggak di apa-apain, itu kan yang terjadi selama ini kan? Kalau tidak sekubu atau tidak pendukungnya seolah-olah dikriminalisasi,” ujarnya.

Dalam pandangannya, pemerintah juga harus menambahkan di bagian penjelasan mengenai perbedaan menghina, mengkritik, dan memfitnah.

“Kalau dia menuduh pemerintah melakukan sesuatu padahal tidak itu masuk memfitnah. Tapi, kalau dia mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap menyengsarakan masyarakat, ya jangan dipidana,” kata Johan Budi.

Baca juga: YLBHI Desak Presiden dan DPR Tunda Pengesahan RKUHP karena Masih Ada Pasal Antidemokrasi

Diketahui, Wamenkumham Eddy Hiariej mengungkapkan terdapat perubahan dalam Pasal 240 RKUHP versi 9 November 2022 dengan yang terbaru.

Perubahan yang nampak signifikan adalah penjelasan tentang siapa pihak yang disebut pemerintah.

Dalam RKUHP terbaru, pemerintah adalah Presiden, Wakil Presiden dan para menterinya.

Kemudian, penghinaan di muka umum pada pemerintah dapat terancam pidana penjara 1,5 tahun penjara.

Namun, aturan itu merupakan delik aduan. Artinya, pihak yang menghina bisa dikenai pidana ketika dilaporkan oleh pihak yang dihina atau diwakili oleh kepala lembaga, bukan pihak lain.

Baca juga: Aktivisi Sebut Pasal Bermasalah Masih Ada di RKUHP Bisa Dipakai Bungkam Kritik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com