Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Janwan Tarigan
Peneliti Malang Corruption Watch

Peneliti MCW dan Pegiat Literasi

Kasus Lili Pintauli Siregar dan Degradasi Marwah KPK

Kompas.com - 14/07/2022, 17:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MAJELIS Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 11 Juli 2022 membuat ketetapan atas pengunduran diri Komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar. Ketetapan tersebut muncul setelah sekian lama kasus dugaan pelanggaran etik Lili menggantung dengan berbagai dalih. Majelis Etik yang juga terdiri dari Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengatakan, penyebab kasusnya berlarut-larut adalah proses penyidikan kasus memang butuh waktu lama.

Di sisi lain tak dapat dinafikan ada upaya dari Lili untuk menghindari proses sidang etik. Lili misalnya mangkir dari sidang yang dijadwalkan Majelis Etik KPK pada 5 Juli 2022.

Siasat Lili tampak manjur, ia ‘lolos’ dari sidang etik Dewas KPK. Dengan jalan pengunduran diri yang kemudian ditimpali Keputusan Presiden RI Nomor 71/P/2022 yang berisi pemberhentian terperiksa Lili Pintauli Siregar sebagai wakil ketua merangkap anggota KPK RI.

Dengan demikian, Lili sebagai terperiksa tidak lagi berstatus insan KPK yang merupakan subjek hukum sidang etik. Karena itu, sidang dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku terperiksa Lili tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Majelis Etik KPK.

Baca juga: Lili Pintauli Siregar Mundur dari KPK, Dewas: Sidang Etik Gugur

Menurut Dewas, menindaklanjuti kasus dugaan gratifikasi bukan lagi kewenangannya, sebab unsur insan KPK tidak lagi melekat pada Lili setelah pengunduruan dirinya. Dengan kata lain, kasus tersebut gugur. Buyarlah semua daya upaya Dewas KPK selama ini dengan selembar kertas pengunduran diri Lili.

Sebagaimana diketahui, salah satu tindak lanjut penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah membentuk organ Dewan Pengawas di tubuh KPK. Tujuannya agar insan KPK tidak sewenang-wenang menjalankan kerja-kerja pemberantasan korupsi.

Salah satu tugas Dewan Pengawas adalah menjaga kode etik dan kode perilaku insan KPK. Tugas menyangkut kode etik tersebut termaktub dalam Pasal 37B angka (1), bahwa:

c. “Menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi;

d. Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan

e. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi”.

Wartawan menyimak sidang etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar melalui televisi yang dipasang di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Senin (11/7/2022). Sidang etik Lili Pintauli Siregar dinyatakan gugur oleh Dewan Pengawas KPK karena Lili sudah resmi mengundurkan diri dari pimpinan KPK dan surat pemberhentian Lili telah dikeluarkan Presiden Joko Widodo. ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj. *** Local Caption ***  ANTARA FOTO/RENO ESNIR Wartawan menyimak sidang etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar melalui televisi yang dipasang di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Senin (11/7/2022). Sidang etik Lili Pintauli Siregar dinyatakan gugur oleh Dewan Pengawas KPK karena Lili sudah resmi mengundurkan diri dari pimpinan KPK dan surat pemberhentian Lili telah dikeluarkan Presiden Joko Widodo. ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj. *** Local Caption ***
Tajam ke luar, tumpul ke dalam

Dugaan gratifikasi fasilitas tiket dan akomodasi yang dinikmati Lili Pintauli saat menonton MotoGP Mandalika pada Maret 2022 lalu merupakan kasus kedua pelanggaran kode etik yang dilakukan Lili. Sebelumnya, Lili terbukti melanggar etik karena berkomunikasi dengan mantan Walikota Tanjung Balai yang tengah berperkara kasus korupsi.

Berulangnya pelanggaran etik dilakukan orang yang sama menunjukkan tidak ada rasa jera pelaku pasca putusan Majelis Etik. Hal itu juga mencerminkan lemahnya Dewas KPK dalam menegakkan kode etik dan kode perilaku di tubuh KPK.

Baca juga: ICW Desak Dewas KPK Buka Kembali Sidang Etik Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli Siregar

Bagaimana tidak. Pelanggaran etik “berkomunikasi dengan pihak berperkara”, meski berkategori sanksi berat, tetapi hanya berupa potongan gaji pokok sebesar 40 persen %atau Rp 1,8 juta per bulan selama setahun. Nominal itu tergolong kecil bila dihitung akumulasi pendapatan yang diterima Wakil Ketua KPK seperti Lili dari gaji pokok dan tunjangan sebesar 112,5 juta per bulan.

Intinya, bagi Lili sanksi itu tidak berdampak apa-apa.

Putusan Majelis Etik terebut menuai kritik karena dinilai hanya sebagai “formalitas” belaka dan cenderung “main aman”. Padahal, kasus pertama itu jika ditelaah lebih jauh adalah tindakan pidana korupsi, mengingat Lili sudah menyalahgunakan jabatannya berkomunikasi dengan tersangka korupsi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com