Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Amendemen UUD 1945 Dikhawatirkan Jadi Pintu Masuk Perpanjang Masa Jabatan Presiden

Kompas.com - 15/09/2021, 17:22 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mempertanyakan substansi dari usulan menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Zainal khawatir hanya jalan awal untuk melakukan pembahasan lainnya, termasuk perubahan masa jabatan presiden.

“Jangan-jangan perubahan menghidupkan GBHN ini hanya pintu masuk sebenarnya untuk masuk ke pembahasan pembahasan lain. Misalnya apa? Ya masa jabatan. Sangat mungkin masa jabatan,” kata Zainal dalam diskusi publik “Membaca Wacana Amandemen UUD 1945: Akal-akalan 3 Periode?”, Rabu (15/9/2021).

Baca juga: Wacana Amendemen UUD Diduga Berkaitan dengan Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara

Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan akan seperti apa model dan bantuk dari usulan PPHN nantinya.

Ia juga mempertanyakan, apakah usulan PPHN ini akan mirip dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang pernah diterapkan di masa orde baru atau berbeda.

Lalu, ia juga mempertanyakan sistem atau pola pertanggungjawaban presiden apabila PPHN ditetapkan.

“Kalau gitu apakah MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara seperti dulu? Kalau MPR bikin GBHN atau PPHN yang dipakai oleh semua lembaga negara, apakah kmbali menggeser ke MPR yang kayak dulu?,” tanyanya.

Lebih lanjut, Zainal juga mempertanyakan, apakah nantinya presiden dapat dimakzulkan apabila tidak menjalankan PPHN yang ditetapkan MPR RI.

Sebab, apabila presiden bisa dimakzulkan, ada kemungkinan amendemen tidak hanya mengubah Pasal 2 dan Pasal 3 UUD 1945 yang mengatur soal MPR.

Namun ada potensi perubahan akan merambat ke Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur soal masa jabatan presiden.

“Kalau bisa dijatuhkan berarti mustahil hanya mengubah Pasal 3 Undang-Undang Dasar yang berkaitan dengan MPR semata, Pasal 2 Pasal 3. Mustahil,” ucapnya.

“Pasti mengubah pasal 7A soal impeachment, kalau presiden misalnya bisa dijatuhkan atau dimakzulkan karena tidak menjalankan GBHN,” lanjutnya.

Diketahui, isu perpanjangan masa jabatan persiden menjadi tiga periode kembali mencuat ke publik seiring adanya wacana MPR RI terkait amendemen UUD 1945 untuk memberi kewenangan bagi MPR dalam menetapkan PPHN.

Usulan amendemen tersebut juga mendapat sorotan dari berbagai kalangan masyarakat.

Baca juga: Amendemen UUD 1945 Dikhawatirkan Bakal Minim Partisipasi Publik

Secara terpisah, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan, MPR tidak pernah membahas rencana memperpanjang masa jabatan presiden.

Politikus Partai Golkar itu menuturkan, selama ini MPR hanya merekomendasikan amendemen UUD 1945 untuk memberi kewenangan bagi MPR dalam menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

"Wacana 3 periode saya tidak tahu siapa yang menghembus-hembuskan karena sejak saya memimpin sebagai Ketua MPR, belum pernah ada pembicaraan pun (mengenai) 3 periode maupun perpanjangan (masa jabatan presiden) yang ada di kami," kata Bambang dalam sebuah webinar, Senin (13/9/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com