JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Garuda akan mengajukan gugatan sengketa hasil pemilu legislatif (pileg) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Rencana gugatan tersebut, menurut Ketua Umum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana lantaran ada dugaan suara partainya hilang.
"Tapi di beberapa tingkatan tentunya kabupaten dan provinsi kami masih akan melakukan proses gugatan karena ada beberapa kami meyakini bahwa suara kami hilang," tutur Ridha ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (22/5/2019).
Dari hasil penghitungan dan perolehan suara tingkat nasional Pemilu 2019 yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Partai Garuda menduduki posisi ke-15 dari 16 partai dengan perolehan sebesar 0,50 persen atau 702.536 suara.
Artinya, Partai Garuda tak lolos ke DPR karena perolehan suaranya di bawah ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Meski tak berhasil melenggang ke Senayan, Ridha memprediksi partainya mendapat sekitar 50 kursi untuk tingkat DPRD provisi dan kabupaten/kota. Pihaknya masih menunggu penetapan hasil di level tersebut.
Namun, ia menuturkan, ada yang meleset dari penghitungan tersebut dengan kalkulasi perolehan kursi pihaknya. Oleh karena itu, mereka akan mengajukan gugatan ke MK.
"Ada beberapa yang penghitungan kita harusnya kita masuk tapi di rekapitulasi tidak masuk, ini yang kita akan ajukan gugatan," katanya.
Saat ini, Partai Garuda sedang mempersiapkan tim untuk merampungkan materi gugatan yang akan diserahkan ke MK.
"Saat ini kita sudah membentuk tim di DPP untuk mempersiapkan gugatan-gugatan termasuk yang DPR RI sebetulnya," ungkap dia.
Baca juga: Tak Lolos Parliamentary Threshold, Ini Kata Partai Garuda
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang ingin mengajukan gugatan memiliki waktu paling lama 3 hari setelah penetapan hasil rekapitulasi Pemilu 2019.
Hal itu tertuang dalam Pasal 475 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK pun memiliki waktu 14 hari untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Sementara itu, untuk peserta pemilihan legislatif (pileg) memiliki waktu paling lama 3x24 jam untuk mengajukan permohonan. Hal itu tertuang dalam Pasal 474 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.