Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isu Dwifungsi TNI Ditunggangi Kepentingan Politik?

Kompas.com - 09/03/2019, 13:55 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodawardhani melihat isu kembalinya dwifungsi TNI tidak lepas dari kepentingan politik menjelang pemilihan umum 2019.

Ada pihak-pihak yang ingin memengaruhi persepsi di masyarakat bahwa pemerintahan Jokowi- Jusuf Kalla ingin mengembalikan dwifungsi TNI seperti zaman Orde Baru.

"Pastilah (ada kepentingan politik). Karena saat berbicara soal dwifungsi TNI, itu kan semacam mengembalikan ingatan kita ke masa lalu dan bagi aktivis HAM, pasti khawatir," ujar Jaleswari saat berbincang dengan wartawan di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Jumat (8/3/2019).

Baca juga: Moeldoko Pastikan Tidak Akan Ada Dwifungsi TNI

Meski demikian, Jaleswari menampik apabila disebutkan para aktivis hak asasi manusia dan pro demokrasi lah yang menjadi aktor-aktor bergulirnya isu tersebut. Ia enggan menyebutkan rinci siapa yang dimaksud.

Mengenai suara para aktivis, ia lebih melihat ada kesalahpahaman yang mesti diluruskan oleh pemerintah.

Ia melihat, para aktivis berpendapat indikasi kembalinya dwifungsi TNI ditandai dengan rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Menurut Jaleswari, itu adalah pemahaman yang keliru.

Baca juga: Moeldoko: Jangan Lihat Tentara dari Frame Masa Lalu

"Rencana merevisi UU TNI yang kemudian diberi cap bahwa itu adalah kembalinya dwifungsi, itu sama sekali tidak benar. Salah," ujar dia.

Ia menilai, para aktivis salah memahami karena hanya mendasarkan argumentasinya itu kepada rencana revisi Pasal 47 UU TNI semata.

Diketahui melalui revisi, Pasal 47 itu akan mengatur mengenai prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada sejumlah instansi, antara lain, kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.

Disebutkan pula bahwa revisi itu bertujuan mengakomodasi perwira menengah dan perwira tinggi agar dapat berdinas di lembaga negara di luar yang telah diatur menurut Pasal 47 ayat 2.

Baca juga: Moeldoko: Jangan Lagi Cari Gara-gara dengan TNI

Padahal, lanjut Jaleswari, pemerintah merevisi UU TNI juga didasarkan pada Pasal 7 UU TNI, yakni pasal yang mengatur tugas pokok TNI, antara lain operasi militer untuk perang (OMP), operasi militer selain perang (OMPS), mengatasi gerakan separatis, dan mengatasi aksi terorisme.

Lalu, memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukung secara dini dengan sistem pertahanan semesta, mengamankan wilayah perbatasan, membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan dan lain-lain.

"Tolong bacalah Pasal 7. Karena di Pasal 7 di operasi militer selain perang yang adanya 14 item itu mengatakan dengan jelas TNI bisa dideploy untuk urusan perbatasan, SAR, terorisme, dan lain-lain," ujar Jaleswari.

Artinya, kata dia, penempatan TNI aktif pada instansi yang disebutkan pada revisi Pasal 47 sangat relevan untuk dilaksanakan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com