JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyoroti kasus yang menjerat dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robert di kepolisian atas tuduhan menghina institusi TNI.
Moeldoko secara khusus menyoroti argumentasi pihak Robertus yang mengatakan, lagu yang Robertus nyanyikan dan menjadi dasar polisi menetapkannya sebagai tersangka adalah lagu di era Reformasi. Dengan demikian, nyanyian itu dianggap bukan bermaksud menghina TNI.
Moeldoko yang merupakan mantan Panglima TNI tersebut pun menegaskan, tidak sependapat dengan argumentasi itu.
"Segala alasan itu nyanyian masa lalu. Ya sudahlah, masa lalu, ya masa lalu. Masa sekarang, ya masa sekarang. Jangan masa lalu dibawa-bawa ke area sekarang. Enggak cocok lagi," ujar Moeldoko saat berbincang dengan wartawan di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Baca juga: 7 Fakta Kasus yang Menimpa Robertus Robet
Moeldoko mengatakan, TNI saat ini sudah mereformasi dirinya menjadi institusi profesional. TNI tidak lagi memiliki tugas pokok fungsi dan wewenang di wilayah sosial politik. TNI fokus di ranah pertahanan negara.
"Selama 20 tahun reformasi, TNI sudah sangat baik. Menghormati HAM, menghormati dan mendorong proses demokrasi agar terkonsolidasi dengan baik dan tidak lagi tentara menang -menangan dan seterusnya. Sudah bagus posisinya," ujar Moeldoko.
"Jangan melihat tentara dari frame masa lalu. Enggak ketemu dong. Wong TNI sudah berubah. Masak kita masih melihat tentara masa lalu? Orang yang paling enggak setuju, itu saya. Karena saya bekerja keras untuk memperbaiki situasi," lanjut dia.
Oleh sebab itu, Moeldoko pun mengajak para aktivis pro demokrasi dan hak asasi manusia di Tanah Air untuk hidup berdampingan dengan damai bersama TNI. Ia menegaskan, TNI tidak antikritik. Namun, ia berharap kritik membangun disampaikan dengan cara yang baik dan sesuai hukum yang berlaku.
Baca juga: Penangkapan Robertus Robet Dipandang Berpotensi Ciptakan Ketakutan dalam Berekspresi
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet, ditangkap di kediamannya di kawasan Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2019) dini hari. Aktivis hak asasi manusia (HAM) tersebut dituduh menghina institusi TNI.
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI. Dalam orasinya, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.
Robertus ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.
Pada Pasal 207 KUHP tersebut tertulis "Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan hukum yang ada di Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.