Apalagi, lanjut Jaleswari, ketika UU TNI dirancang dan disahkan tahun 2004, belum ada lembaga misalnya Kementerian Koordinator Bidang Maritim, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Keamanan Laut dan sebagainya yang membutuhkan pejabat struktural dengan latar belakang TNI.
"Karena terus terang, saya melihat langsung koordinasi tidak mudah bagi TNI. Misalnya TNI yang sudah pensiun bintang dua (memimpin sebuah institusi) harus menggerakkan atau harus berkoordinasi dengan Panglima TNI misalnya, itu di kultur TNI sulit sekali," ujar dia.
"Jadi, sekali lagi kita harus cermat dalam melihat pasal per pasal sekaligus kaitannya satu dengan lainnya agar kita jangan sampai memberikan stempel itu tadi, dwifungsi ABRI. Dwifungsi ABRI kembali itu mimpi di siang bolong," lanjut Jaleswari.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa rencana revisi UU TNI ini bukanlah sepihak ada pada pemerintah saja.
Nantinya, revisi juga akan melibatkan DPR RI. Oleh sebab itu, ia menegaskan, tak mungkin ada proses yang luput dari pengawasan publik.
"Dan yang terpenting lagi, ini adalah masih berproses, belum final. Akan berproses pun nantinya akan dibicarakan di DPR. Enggak mungkin ada sesuatu di bawah mata, diam-diam," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.