JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait kasus pencalonan Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Mereka dituding tidak menjalankan putusan PTUN yang memerintahkan KPU memasukan nama OSO ke Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD. KPU juga disangkakan melanggar Pasal 421 juncto 216 ayat 2 KUHP.
Baca juga: Pengamat: KPU Korban Putusan Hukum yang Bertabrakan Terkait Kasus OSO
Menurut Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz, Komisioner KPU dalam kasus ini tak bisa dijerat dengan pasal tersebut. Sebab, pasal itu tidak secara spesifik menyebutkan putusan peradilan hukum tertentu.
Pasal 421 hanya mengatakan, seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasannya memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Dalam hal ini, KPU telah menjalankan putusan Mahkamah Konsitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang menyebut pengurus partai politik dilarang rangkap jabatan menjadi anggota DPD. Oleh karenanya, KPU tak masukan nama OSO ke DCT.
"KPU sudah menjalankan putusan MK, sehingga unsur pasal 'dengan sengaja tidak menjalankan' tersebut menjadi gugur," kata Donal dalam konferensi pers dan pernyataan sikap Menolak Kriminalisasi Anggota KPU yang digelar di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019).
Baca juga: OSO Kaget Tahu Komisioner KPU Dipanggil Polisi Terkait Laporannya
Menurut Donal, dipolisikannya komisioner KPU terkait kasus ini akan membahayakan legitimasi penyelenggara pemilu. Bukan tidak mungkin hal ini akan berdampak pada legitimasi politik pemerintah.
Sebab, institusi penegak hukum seperti kepolisian itu sendiri berada di bawah presiden yang merupakan bagian dari pemerintah.
"Bukan tidak mungkin ini akan dimaknai secara beragam, seperti pemerintah menyetujui dan membiarkan kriminalisasi terhadap KPU," ujar Donal.
Baca juga: Komisioner KPU Dicecar 20 Pertanyaan oleh Polisi Terkait Kasus OSO
Kasus OSO juga menjadi pertaruhan bagi presiden. Jika penyelenggara pemilu dibiarkan dikriminalisasi, maka seolah presiden mengamini upaya-upaya penggerusan penyelenggara pemilu yang bahkan sudah menjalankan amanat konstitusi.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi diperiksa oleh pihak kepolisian, Selasa (29/1/2019).
Baca juga: ICW: OSO Tak Konsisten soal Pencalonan Anggota DPD
Keduanya dimintai keterangan terkait laporan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) yang menuding KPU tidak mau melaksanakan putusan peradilan tentang pencalonan OSO sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
"Benar, mereka diperiksa untuk tahap klarifikasi yang dituduhkan pelapor (OSO)," kata Kabid Humas Polda Metro Metro Jaya Argo Yuwono saat dihubungi Kompas.com, Selasa malam.
Pemeriksaan dilanjutkan hari ini terhadap dua komisioner lainnya, Wahyu Setiawan dan Ilham Saputra.