JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, Oesman Sapta Odang tidak konsisten terkait pencalonan sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2019.
Menurut dia, OSO seharusnya mengakui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang menyebut pengurus partai politik dilarang rangkap jabatan menjadi anggota DPD.
Sebagai Ketua Umum Partai Hanura, OSO menandatangani surat pengunduran diri sejumlah pengurus partai yang hendak maju pemilu DPD.
Baca juga: Diancam OSO, KPU Bilang Bukan Anak Buah Presiden dan DPR
Tetapi, kata Donal, OSO hanya mengakui putusan MK tersebut berlaku untuk orang lain, tidak pada dirinya sendiri.
"Ketika surat pengunduran diri itu disetujui oleh pimpinan partai, artinya ia mengakui putusan MK," kata Donal dalam konferensi pers dan pernyataan sikap "Menolak Kriminalisasi Anggota KPU" yang digelar di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019).
"Tapi hanya mau menerima putusan MK untuk orang lain, sementara untuk dirinya sendiri tidak mau diterima dan tidak mau ditindaklanjuti," lanjut dia.
Pernyataan sikap itu diinisasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Netgrit, PSHK, Perludem, LIMA Indonesia, PUSaKO, KoDe Inisiatif, Rumah Kebangsaan, Save DPD Save Democracy, ICW, Formappi, Pukat UGM, dan TEPI Indonesia.
Baca juga: KPU Segera Cetak Surat Suara Pileg Tanpa Nama OSO
Ia mengatakan, sikap OSO muncul dari berbagai macam proses hukum terkait pencalonan anggota DPD yang berdampak pada tumpang tindihnya satu putusan hukum dentan putusan hukum lain.
Putusan tersebut merujuk pada perkara yang disengketakan oleh OSO, seperti putusan Mahkamah Agung (MA), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Putusan MA menyatakan bahwa putusan MK tidak berlaku surut.
Dalam pandangan OSO dan tim kuasa hukum, namanya berhak masuk dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPD lantaran sebelumnya sudah masuk dalam daftar calon sementara (DCS).
Oleh karena itu, pihak OSO menilai, sikap KPU tak memasukkan namanya ke DCT sama dengan memberlakukan putusan MK berlaku surut.
Baca juga: OSO Ancam Adukan ke Presiden, KPU Tolak Diintervensi
Sementara itu, KPU mengklaim, tahap pencalonan tidak berhenti di DCS, melainkan hingga penetapan DCT.
Oleh karena itu, bisa saja KPU tak menetapkan OSO dalam DCT meskipun yang bersangkutan sempat masuk dalam DCS.
Sedangkan putusan PTUN memerintahkan KPU mencabut SK DCT anggota DPD yang tidak memuat nama OSO.
Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Terakhir, putusan Bawaslu memerintahkan KPU untuk memasukkan OSO dalam daftar calon anggota DPD dalam Pemilu 2019.
Baca juga: Diminta Pihak OSO Laporkan KPU ke DKPP, Bawaslu Pikir-Pikir
Syaratnya, OSO harus mundur dari kepengurusan Partai Hanura jika kembali lolos sebagai anggota DPD periode 2019-2024.
Surat pengunduran diri OSO harus diserahkan ke KPU satu hari sebelum penetapan calon anggota DPD terpilih.
Alih-alih memasukkan nama OSO ke DCT, KPU meminta yang bersangkutan mundur dari Ketua Umum Partai Hanura sebagai syarat pencalonan anggota DPD.
Namun, hingga batas waktu yang diberikan yaitu 22 Januari 2019, OSO tak juga menyerahkan surat pengunduran diri tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.