Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Koalisi Kerakyatan Sulit Terbentuk, Ini Empat Alasannya

Kompas.com - 11/06/2018, 12:32 WIB
Reza Jurnaliston,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo menilai, Koalisi Kerakyatan yang digagas Partai Demokrat untuk menghadapi Pilpres 2019 sulit untuk diwujudkan.

Ari kemudian mengemukakan empat alasannya.

"Pertama, (Partai) Demokrat dengan 10,9 persen perolehan kursi membutuhkan dua partai lagi untuk aman memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden," kata Ari melalui pesan singkat, Senin (11/6/2018).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres pada 2019.

Ari berpendapat bahwa partai-partai yang akan diajak koalisi oleh Partai Demokrat, seperti PKB, PKS, dan PAN akan meminta power sharing yang lebih menguntungkan.

Baca juga: Cak Imin: Koalisi Kerakyatan Gagasan Demokrat Sangat Sulit Terbentuk

Hal ini akan mempersulit Partai Demokrat, karena PKB, PKS, dan PAN terbilang cair dan dapat memberikan dukungan kepada Presiden Joko Widodo atau Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Partai mana yang akan diajak koalisi oleh (Partai) Demokrat, tentu PKB, PKS, dan PAN minta posisi tawar yang tinggi," tutur dia.

Kedua, Ari memaparkan, terbentuknya koalisi hanya mungkin terjadi jika koalisi Partai Gerindra-PAN dengan gagasan mengusung duet Prabowo-Amien Rais, atau sebaliknya, bisa diterima.

"Jika kedua partai tersebut bisa dipastikan terjadi (koalisi), hal ini membawa posisi PKS yang ditinggalkan akan membuka peluang untuk merapat ke koalisi ketiga yang diinisiasi Demokrat (koalisi kerakyatan)," kata dia.

Ketiga, kata dia, arah dan sikap PKB akan menentukan terbentuknya Koalisi Kerakyatan.

Baca juga: Demokrat: Pertemuan SBY-Zulkifli Hasan Bahas Pilpres 2019

Meski belum menentukan sikap, ada kemungkinan PKB akan merapat ke Jokowi. PKB sendiri saat ini mewacanakan duet Jokowi-Muhaimin Iskandar.

"Hanya mungkin jika Demokrat bisa meyakinkan PKB untuk mengiyakan tawaran Demokrat, karena sekarang posisi politik PKB yang masih condong kuat ke koalisi pendukung Jokowi,” kata dia.

Keempat, tutur Ari, Partai Demokrat harus bisa mengombinasikan lobi politik dengan "logistik" yang kuat kepada parpol yang belum menentukan arah koalisi pada Pilpres 2019.

"Sanggup menyediakan logistik politik yang kuat untuk menyakinkan calon mitra partai tersebut untuk diajak Koalisi Kerakyatan," kata Ari.

Sebelumnya Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean menyatakan, partainya tengah berupaya membangun Koalisi Kerakyatan.

Namun, Ferdinand tak memastikan apakah Koalisi Kerakyatan merupakan realisasi dari poros ketiga pada Pilpres 2019.

Ferdinand menambahkan, Koalisi Kerakyatan merupakan ide dari Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ia mengatakan, SBY menginginkan adanya koalisi yang fokus memikirkan kesejahteraan rakyat ke depannya.

Kompas TV Partai Demokrat santer dikatakan akan merapat ke poros koalisi Partai Gerindra sekaligus mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dengan Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com