Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Apresiasi Penolakan Hakim atas Eksepsi Mantan Kepala BPPN

Kompas.com - 31/05/2018, 13:30 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi penolakan majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta atas eksepsi terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Dengan putusan hakim yang menyatakan tidak menerima eksepsi terdakwa SAT di kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), maka kami pandang persidangan ini akan masuk pada babak baru," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Kamis (31/5/2018).

Febri menilai putusan tersebut menegaskan bahwa dakwaan telah dinyatakan sah dan disusun secara cermat. Ia juga bersyukur sejumlah alasan pihak terdakwa terbantahkan di pengadilan.

"Bahkan yang menggunakan dalih bahwa kasus ini perdata, sedang ada gugatan lain yang berjalan, termasuk audit kerugian keuangan BPK yang dikatakan tidak sah, semua terbantahkan," kata Febri.

Dengan demikian, Rabu (6/6/2018) pekan depan, jaksa penuntut umum KPK akan menghadirkan saksi-saksi dan bukti. Itu karena persidangan dilanjutkan pada agenda pemeriksaan saksi. 

Baca juga: Eksepsi Mantan Kepala BPPN Ditolak Hakim, Persidangan Dilanjutkan

"Kami harap pengungkapan kasus BLBI ini dikawal bersama. Kita akan melihat bagaimana negara dirugikan di balik kerumitan istilah dan proses pengambilan kebijakan di bidang ekonomi dan Perbankan," kata Febri.

Diberitakan sebelumnya, Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan mantan Syafruddin.

Dengan demikian, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi.

"Mengadili, menyatakan eksepsi penasehat hukum tidak dapat diterima," ujar ketua majelis hakim Yanto saat membacakan amar putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Menurut hakim, surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memenuhi syarat formil dan materil sesuai Pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Hakim menilai surat dakwaan sah menurut hukum dan dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara.

Dalam putusan sela, hakim menyatakan Pengadilan Tipikor berwenang mengadili perkara Syafruddin. Sebelumnya, dalam eksepsi, penasehat hukum menilai perkara ini bukan pidana korupsi, namun perkara tata usaha negara atau perdata.

Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Baca juga: Mantan Kepala BPPN Minta Hakim Hadirkan Saksi Kunci Sjamsul Nursalim

Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004. Keuntungan yang diperoleh Sjamsul dinilai sebagai kerugian negara.

Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).

Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN. Kesalahan itu membuat seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepresentasi).

Kompas TV Rizal Ramli diperiksa untuk tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung, terkait kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com