JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak Presiden Soeharto mundur akibat dijatuhkan oleh gerakan reformasi pada 21 Mei 1998, segala hal yang berhubungan dengan Bapak Pembangunan itu memang tak laku.
Bukan hanya para pejabat negara yang berusaha menjauhkan hubungannya dengan orang yang berkuasa di Indonesia selama 32 tahun. Namun, uang pecahan Rp 50.000 bergambar wajah Soeharto pun tak laku, bahkan dijauhi masyarakat.
Hal ini dituliskan secara menarik oleh Kompas yang terbit pada 31 Agustus 2000, dua tahun setelah Soeharto jatuh.
Dalam artikel itu digambarkan pedagang hingga pegawai kafe ogah dibayar atau menerima tips uang bergambar Soeharto.
Baca juga: 21 Mei 1998, Saat Soeharto Dijatuhkan Gerakan Reformasi...
Di wilayah Palmerah Barat, misalnya. Seorang pedagang nasi tak mau dibayar pelanggannya dengan uang emisi tahun 1993 atau 1995 itu. Pedagang nasi itu minta pelanggannya membayar memakai uang lain atau pecahan lain.
"Kalau gambar Soeharto beginian udah kagak laku lagi. Di mane-mane juga ditolak," kata pemilik warung nasi.
Ogah sial
Saat artikel itu ditulis, uang itu memang sudah ditarik Bank Indonesia sejak 21 Agustus 2000. Namun, masa penarikan berlaku 10 tahun. Artinya, uang itu baru benar-benar tak dapat digunakan sebagai alat transaksi pada 20 Agustus 2010.
Namun, tetap saja warga menolak menerima uang itu.
Hal yang sama juga terlihat di kawasan hiburan di Jalan Manggabesar. Di sebuah coffee shop yang digabung dengan usaha pijat, kasir menolak pembayaran dengan menggunakan uang Rp 50.000 bergambar wajah Soeharto.
Tidak hanya itu, bahkan terdapat pengumuman di loket: "Tidak menerima pembayaran pakai uang bergambar Soeharto".
Para pramuria juga enggan menerima tips dari pengunjung dengan uang yang juga memiliki gambar pembangunan Indonesia itu. Tak jarang hal ini menyebabkan pertengkaran mulut kasir atau pramuria dengan pengunjung.
"Alah, kalian, kan, bisa nukerin uang ini di bank. Jangan mempersulit pengunjung dong," ujar seorang pengunjung.
Namun, tetap saja tidak ada yang bersedia menerima uang pecahan Rp 50.000 itu.
"Saya kalau memegang uang Soeharto jadi sial," ujar seorang pramuria.
Baca juga: Patahnya Palu dan Firasat Harmoko Ihwal Kejatuhan Soeharto