JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Pemilu yang digodok secara intensif dan disertai dinamika pembahasan yang tinggi akhirnya resmi disahkan.
UU Pemilu diketok pada rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (21/7/2017) dini hari.
Lamanya proses pembahasan tak lantas membuat pengesahan berjalan lacar. Lobi berlangsung cukup lama dan alot.
Paripurna pengambilan keputusan UU Pemilu diwarnai drama politik.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus menilai, drama tersebut menunjukan gambaran umum DPR saat ini.
"Parlemen dengan seribu satu masalah, tetapi semuanya masalah terkait bagaimana mengamankan kekuasaan, mencari peluang kekuasaan yang baru, dan diantaranya transaksi (uang dan kepentingan) selalu mungkin terjadi di tengah pragmatisme partai-partai," kata Lucius saat dihubungi, Jumat.
Pertama, jumlah anggota Dewan yang datang pada rapat paripurna meningkat berkali-kali lipat dari rapat biasanya.
Jelang diputuskannya pengambilan keputusan lewat mekanisme voting, tercatat 539 anggota hadir.
Bahkan, ada fraksi yang akan memberi sanksi anggotanya jika tak hadir.
Misalnya Hanura, anggota fraksi yang absen dengan alasan tak jelas bisa kena sanksi hingga pemberhentian sebagai anggota DPR.
"Semua hanya karena partai tak rela kalah di voting RUU Pemilu," ucap Lucius.
Kedua, aksi walkout empat fraksi yang menolak pengambilan keputusan dilakukan dengan mekanisme voting.
Empat fraksi itu, yakni Gerindra, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
(baca: Ini Penjelasan soal 5 Isu Krusial RUU Pemilu yang Akhirnya "Diketok Palu")
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.